KEMUTAN (TERINGAT) AYAH
01/09/15
Aku adalah saksi hidup, betapa dulu kehidupan keluargaku begitu dihinakan khususnya terhadap ayah yang begitu aku muliakan, ironisnya tidak hanya dilakukan oleh orang lain yang tidak ada hubungan pertalian darah tapi justru dilakukan pula oleh orang-orang yang masih kerabat, aku tahu persis ayahku sepanjang hidupnya sepertinya tak punya niatan untuk menyinggung apalagi menyakiti orang lain, bahkan tak punya kekuatan untuk membalas segala hinaan dan sikap meremehkan terhadap beliau, yang aku tahu beliau memasrahkan semua nestapanya hanya pada yang kuasa, sedetikpun aku tak pernah melihat beliau mengeluarkan air mata dihadapanku tampaknya beliau sengaja sekuat tenaga menahan itu semua, agar aku tidak hanyut dalam kesedihan, tapi dilain waktu ketika beliau selesai sholat tanpa sengaja aku melihat air matanya berderai sambil berdoa pada yang kuasa, kehidupan keluarga kami memang sudah akrab disambangi keprihatinan, tapi apakah kondisi inilah yang seakan menghalalkan sikap mereka untuk menghina kami? begitu picik rasanya jika derajat seseorang hanya diukur dari takaran harta, yang membuat aku salut ayah tidak pernah terpuruk dan terlemahkan oleh segala hinaan yang diterima beliau, sepertinya perlakuan negatif mereka dijawab oleh beliau dengan sikap istiqomahnya dalam beribadah dan mencari nafkah, bahkan dalam kesempitannya khususnya di hari jum'at sudah seperti wajib bagi beliau untuk mengisi kotak amal.
01/09/15
Aku adalah saksi hidup, betapa dulu kehidupan keluargaku begitu dihinakan khususnya terhadap ayah yang begitu aku muliakan, ironisnya tidak hanya dilakukan oleh orang lain yang tidak ada hubungan pertalian darah tapi justru dilakukan pula oleh orang-orang yang masih kerabat, aku tahu persis ayahku sepanjang hidupnya sepertinya tak punya niatan untuk menyinggung apalagi menyakiti orang lain, bahkan tak punya kekuatan untuk membalas segala hinaan dan sikap meremehkan terhadap beliau, yang aku tahu beliau memasrahkan semua nestapanya hanya pada yang kuasa, sedetikpun aku tak pernah melihat beliau mengeluarkan air mata dihadapanku tampaknya beliau sengaja sekuat tenaga menahan itu semua, agar aku tidak hanyut dalam kesedihan, tapi dilain waktu ketika beliau selesai sholat tanpa sengaja aku melihat air matanya berderai sambil berdoa pada yang kuasa, kehidupan keluarga kami memang sudah akrab disambangi keprihatinan, tapi apakah kondisi inilah yang seakan menghalalkan sikap mereka untuk menghina kami? begitu picik rasanya jika derajat seseorang hanya diukur dari takaran harta, yang membuat aku salut ayah tidak pernah terpuruk dan terlemahkan oleh segala hinaan yang diterima beliau, sepertinya perlakuan negatif mereka dijawab oleh beliau dengan sikap istiqomahnya dalam beribadah dan mencari nafkah, bahkan dalam kesempitannya khususnya di hari jum'at sudah seperti wajib bagi beliau untuk mengisi kotak amal.