AKU DAN MASA LALUKU
lahir di sebuah kota kecil, Cilacap 33 tahun silam, tepatnya disebuah Rumah Sakit PT. PEMINTALAN BENANG CILACAP, Tempat Bapaku bekerja, berawal dari sini hingga tak terasa kini aku sudah berumah tangga dan dikaruniai anak yang lucu, sungguh sebuah perjalanan yang terangkai indah dalam ribuan untaian cerita, mungkin hanya beberapa titik yang masih kuingat, sisanya mungkin terlupa, tergerus oleh waktu, padahal apa yang terlupa, mungkin saja terkandung makna yang mendalam, tapi kita kadang terlena seakan waktu masih tersedia begitu luas, untuk itulah Aku bergegas bangun dari tidur panjang untuk segera memaknai hidup ini dengan tindakan terbaik salah satunya adalah dengan menyingkap kembali masa lalu, karena Aku percaya, " Masa lalu adalah perjalanan dan pelajaran berharga untuk membangun pondasi kehidupan, Masa kini adalah lahan yang harus kita garap dengan optimal, Masa datang adalah sebuah pencerahan menuju kebahagiaan, kedewasaan dan keseimbangan batin yang merupakan roket pendorong gerak langkah kita saat ini".
Tinggal di sebuah rumah kontrakan, dekat dengan keluarga Pa'Deku yang sama-sama hidup sederhana, jauh dari kelimpahan harta tak lantas aku mengambil kesimpulan, bahwa hidup ini tidak adil?, kenapa aku tidak terlahir dari keluarga berada? pertanyaan konyol itu aku enyahkan jauh-jauh, justru berawal dari sinilah yang semestinya membuat aku bersyukur sampan kehidupan yang kutempuh telah banyak melewati gelombang, jalan yang kudaki telah banyak melewati kelokan dan tanjakan, yang kesemuanya telah memberikan pelajaran teramat berharga dan telah membawa ke suatu muara bahwa hidup dan semua bagian-bagianya adalah sebuah episode yang harus kita lalui, tinggal apakah perjalanan itu berbuah bekal yang bermanfaat atau tidak, kita sendirilah yang paling tahu kemana arah hidup kita, ingat! kisah Ping ( katak ) yang terjebak dalam kolam kering, bingung mencari arah hidup, sempat terpuruk dalam keputusasaan, "akankah Aku menyerah seperti ikan- ikan gabus yang tak berdaya mati terkubur lumpur? saat itulah datang burung kakaktua yang bijak, melihat ada katak yang sedang bingung, dari ranting pohon kakak tua berkata " Ping cepatlah beranjak, raih kembali arah hidupmu! Ping menjawab, "Aku tak tahu kemana arah hidupku, pandanganku terhalang rimbunan pohon", Kakak tua dengan sedikit kesal menyahut, "Bodoh nian kau ping, untuk tahu arah hidupmu lihatlah kedalam dirimu, jangan kau bermanja-manja sibaklah rimbunan pohon itu dan melangkahlah kedepan dan meloncatlah!, jika kau yakin akan kemampuanmu niscaya kau bisa meloncat setinggi yang kau mau, bahkan kau bisa menggapai tingginya ranting ini, dari sini kau bisa melihat hamparan tujuan hidupmu, ingat keinginan tak dapat diraih hanya dengan berpasrah diri, jangan kau pupuskan harapanmu, dengan memikirkan hal terburuk keluarkan dari pikiranmu dan singkirkan kau pasti bisa mencapai sesuatu yang luar biasa dan dapat menghalau semua rintangan dengan kekuatan dan keyakinan", setelah mencoba beberapa kali akhirnya ping bisa lepas dari belenggu kekeringan dan mendapatkan kolam lain yang berair jernih.
Kesuksesan tidak hanya tercermin dari banyaknya harta yang kita raup, tapi kesuksesan terukur dari, telah diraihnya keseimbangan jiwa, rongga dadanya senantiasa diisi keheningan hati, sehingga dari sosoknya senantiasa terpancar rasa syukur, kerendahan hati, riak langkahnya senantiasa membawa manfaat dan kesejukan pada lingkungan disekitarnya, bukankah harta, tahta dan jabatan tak akan kekal menemani kita, prestasi taqwalah yang menjadi teman sejati yang setia mengiringi kita menuju kesuksesan abadi.
Kita layak belajar, dari falsafah pohon bambu, pohon bambu mempunyai akar yang kuat menghunjam bumi walau akarnya terdiri dari kumpulan serabut kecil tapi mereka bersatu menjelma menjadi kekuatan yang dahsyat sebagai symbol rasa optimis dan keyakinan yang kuat sehingga mampu menopang hidup, Pohon bambu mempunyai daun yang relatif senantiasa hijau walau diterpa peralihan musim, ini memberikan symbol bahwa dalam meghadapi pahit getir, dan hitam putihnya kehidupan kita harus senantiasa mengambil hikmah, dikala senang tidak mudah lupa diri senantiasa tetap merunduk berendah hati, dikala sedih, bersedia berbenah dan mengoreksi diri untuk kembali bangkit dan kembali menatap arah hidup, Pohon bambu batangnya kosong dan berbuku-buku ini sebagai symbol keheningan hati, mampu dengan jernih dan bijak melangkah, jauh dari kesombongan, derap langkahnya merupakan tahapan untuk selalu menuju tempat yang lebih tinggi, satu hal lagi walau pohon bambu tidak berbunga, pohon ini tetap konsisten dalam menjaga pertumbuhannya ini sebagai symbol sebagian dari manusia mau berbuat jika, tahu akan mendapatkan imbalan, pujian, sebaliknya jika suatu perbuatan jauh dari potensi untuk disanjung/dipuji orang, maka ia akan lari dan bersembunyi,sungguh naif jika suatu perbuatan itu selalu didasarkan semata-mata atas untung dan rugi, faktor egoisme menjauhkan diri kita dari rasa rela berkorban lupa bahwa setiap nilai kebaikan yang kita tanam hasilnya akan kita petik saat ini, dan esok nanti, kesuksesan bisa diukur dari seberapa besar manfaat kita untuk orang lain.
Kembali kemasa kecilku, masih ingat dalam ingatanku ketika aku berjingkrat gembira bersama kakaku, tak sabar berlari kecil menjemput kedatangan bapak bahkan sampai jauh dari rumah dan mendekati lokasi pabrik, hanya untuk mendapatkan dan mengambil satu rantang bubur kacang ijo, jatah Bapak dari pabrik, sungguh kala itu bubur ini sangat bernilai bagi kami, mungkin laksana daging saat ini, kami bagi dan kami nikmati beramai-ramai.
Aku kecil sering diajak berboncengan sepeda sama kakak sepupuku, mengitari indahnya kota cilacap, ditengah asyiknya sepeda dikayuh tiba-tiba bunyi rem berdenyit, Aku pikir wah ini pasti saatnya berhenti istirahat, rupanya dugaanku meleset, kakakku menghentikan sepeda rupanya karena ada uang logam recehan yang teronggok diaspal, dengan telaten kakakku merogoh pisau yang sudah disiapkan dari rumah, maka dicongkelah uang logam itu dan dimasukan kantong, begitulah seterusnya sambil bermain sepeda, setiap ada uang yang tercecer pasti kami berhenti untuk kembali mengambilnya, setelah dewasa dari kejadian ini sungguh memberikan satu pelajaran berharga, bahwasanya setiap yang bernilai jangan pernah engkau sia-siakan, sebaliknya apa yang dianggap orang tak bernilai, kita bisa memberikan nilai lebih dengan memanfaatkannya dalam segala situasi, sementara sebagian besar orang begitu mengagungkan nilai harga diri yang kadang salah menafsirkan arti hakikat harga diri itu sendiri, sehingga yang ada adalah gengsi, gila penghargaan, mudah meremehkan orang, jadilah selalu orang yang berjiwa positif, optimalkan hidup ini, niscaya Anda akan mudah melampaui masa lalu yang biasa-biasa saja untuk menuju kedalam dunia yang tertinggi dan terbaik, Anda tidak akan pernah lagi merasa puas, hanya dengan menjadi yang baik.
Apa itu harga diri ?
“Disposisi untuk merasakan diri kita kompeten, untuk mengatasi tantangan hidup, dan pantas mendapatkan kebahagiaan, serta melibatkan kepercayaan diri, kepantasan dan kompetensi”
“Menjadi diri kita yang terbaik, adalah alasan kita dilahirkan, namun dibutuhkan kesabaran dan ketabahan” ( Sarah ban breathnach )
Setiap sore sebelum matahari menuju peraduannya sebuah gerobak berisi dagangan ala kadarnya, tampak keluar dari sebuah rumah, didorong laki-laki remaja, diikuti anak kecil, yang berlari dibelakangnya, selalu menuju tempat yang sama, yakni alun-alun cilacap, dibawah pohon beringin tempat mangkal dagangan kami, dengan napas masih sedikit tersengal, dan keringat yang masih mengucur, anak remaja itu segera menyiapkan daganganya, setelah semuanya siap, anak remaja itu, dengan wajah ramah, dan selalu berhiaskan senyuman, dengan cekatan melayani pembeli yang mampir , ucapan terima kasih selalu meluncur dari bibirnya pada setiap pembeli yang mennyodorkan uangnya, sementara anak kecil yang belum tahu apa-apa, disibukan dengan asyik bermain berlarian mengitari pohon, meloncat-loncat menggapai akar beringin yang berjuntaian atau sekedar duduk termenung dipinggir jalan asyik menghitung dan memperhatikan mobil-mobil bersliweran, setelah cape bermain anak kecil itu biasanya ngantuk dengan penuh kasih sayang anak remaja itu menuntun anak kecil itu untuk tidur dalam gerobak. setiap terdengar kumandang adzan, tak pernah sekalipun, anak remaja itu mengabaikan panggilaNya, bergegas, berkemas, bahkan berlari menuju masjid, seakan-akan ingin segera bersujud, bersimpuh, dan memeluk kekasih sejatiNya Sang penguasa hidup, yang menggengam semua mahlukNya, anak kecil itu dengan seksama memperhatikan, anak remaja itu berdoa, dengan khusu ia berdoa, kadang air matanya sampai berlinang sungguh menggambarkan kepasrahan yang tulus, padahal dalam keseharianya wajah sedih tak pernah tergambar dari wajahnya, walau setiap hari sepulang sekolah harus berkutat dengan waktu untuk mengais rezeki, atau bisa dibilang sebagian waktu bermainnya terampas, demi untuk memutar roda kehidupan keluarganya tapi dia tetap gigih dan setia. Bahkan setaip ada secuil waktu yang tersisa dimanfaatkannya untuk belajar dan membaca satu lirik dari sang maestro lagu balada "Iwan fals" menggambarkan perjuangan anak itu :
Si Budi kecil kuyup menggigil.
menahan dingin tanpa jas hujan.
Di simpang jalan tugu pancoran.
Tunggu pembeli jajakan koran.
Menjelang maghrib hujan tak reda.
Si budi murung menghitung laba.
Surat kabar sore, dijual malam.
Selepas isya melangkah enggan.
Anak sekecil itu berkelahi dengan waktu.
demi satu impian yang kerap ganggu tidurmu.
Anak sekecil itu tak sempat nikmati waktu.
Demi pecahkan karang, dengan tanganmu terkepal.
Yach akhirnya setelah kami sama-sama dewasa terbukti memang kakak serta kakak sepupunku, semuanya relatif telah menjadi orang yang cukup sukses, ada Mbaku membuka toko material, kakak kandungku bekerja disebuah universitas jendral Sudirman sambil nyambi buka TIKI dan mengelola rias pengantin dan pembuatan Kue, kakak sepupuku ada Mas Anto di Pertamina, Mas Hery dan Mas Lili di perusahaan jepang, Mas Bambang di bagian PD pabrik kimia, Mba Endang usaha angkutan kota, Mas narto jadi manager di hotel bintang 5 di bali, Mas Wasis jadi kontraktor, apa yang mereka tanam sewaktu kecil dulu dengan sikap sabar, prihatin, dan giat belajar telah membuahkan hasil yang manis mereka memang berhak mengenakan baju kesuksesan atas hal pil pahit yang biasa mereka telan dulu.
“Bila kita keras terhadap diri sendiri, maka kehidupan akan lunak kepada kita, tetapi bila kita lunak terhadap diri, maka kehidupan akan keras terhadap kita” ( Andri Wongso )
Untuk meraih kesuksesan tentu kita membutuhkan niat dan tekad yang kuat, seringkali rintangan datangnya bukan dari luar tetapi dari dalam diri sendiri, rasa malas,sungkan, cepat puas berleha-leha sering menghambat keberhasilan kita, bahkan bisa membuat kita gagal ! Jangan mudah mentolelir hal-hal yang akan membuat kita terlena, nanti kita jadi terbiasa dan terjerat karenanya.
Untuk mempertahankan kehidupan keluarga, ekonomi keluarga pa'deku juga ditopang dengan, memelihara beberapa ekor kambing, Aku kecil sering diajak mencari pakan, entah itu rumput, bahkan kulit pisang, yang didapat dengan cara berkeliling mampir kesetiap warung, yang menjajakan goreng pisang, sementara tetangga yang lain sudah menggunakan kompor untuk memasak, kami harus sibuk mencari kayu bakar / puing, berkeliling dengan menggendong karung, aku bersama kakaku menyelinap sampai sudut-sudut kota, memungut kayu, atau apapun yang bisa dijadikan bahan bakar, tak jarang kami sampai digonggongi anjing galak, dengan wajah ketakutan aku bersembunyi dibalik punggung kakak, yang dengan lantang mengusir anjing, jika ada uang sedikit, kami gunakan untuk membeli permen agar bisa kebagian semua, kami nikmati sambil melepas lelah dengan melihat kereta api yang lewat tut..tut..tut.. oh terasaa nikmat sekali.
Kabut kelam menyelimuti keluargaku saat, Bapaku terkena pengurangan karyawan bersama ratusan teman kerja yang lain, akhirnya kami sekeluarga memutuskan pergi dari kota cilacap menuju tempat kelahiran bapaku disebuah desa diujung barat kabupaten , oh . .cilacap aku pasti akan kangen dengan dermagamu aku kecil pernah hinggap disana, memancing dan melongo takjub melihat kapal - kapal raksasa ( tanker ) yeng sedang merapat di unit pertamina III & IV, tangki-tangki minyak raksasa yang kala itu membuat aku kagum dan bangga, benteng pendemmu, Teluk penyumu, deruan ombak lautmu, kawasan industrimu, stasiunmu, taman hutan bakaumu, pelabuhan udara mungilmu, tunggu aku disana!! “ Wis jan pokoke inyong bangga banget dadi wong cilacap perpaduan antarane pesona laut karo pegunungan indaeh pol.. pol..pol”, kelak dengan kondisiku yang lebih baik, aku ingin mencium jejak langkahku yang telah terukir, dan membangkitkan motivasi, untuk terus bergerak menggapai kebahagiaan hidup, jadilah seperti air, " air senantiasa bergerak mengerti arah yang akan diambilnya, tak peduli kekuatan apa yang ada dihadapannya, pasti diterjang, jangan alergi dengan sesuatu yang negatif, kesedihan dan kebahagiaan sama-sama memberikan pelajarannya, sebaliknya jangan mudah terjebak dengan kehidupan yang penuh dengan kompromi dan pengganti, pasrah dengan kondisi yang ada, dengan meyalahkan faktor-faktor dari luar, "terimalah apa yang berada diluar kendali Anda, sebaliknya optimalkan apa yang ada dalam kendali Anda".
Didesa ini kami memulai hidup baru, angin laut digantikan dengan angin pegunungan yang dingin, nuansa kota disulap jadi suasana serba hijau dengan rimbunan pohon, hamparan laut luas, berganti deretan bukit yang menjulang dihiasi aliran sungai yang jernih dengan ikan-ikan yang berenang bebas, dengan lincah ikan-ikan itu segera bersembunyi dibalik batu, tatkala kakiku terjuntai saat duduk diatas batu dan menyentuh air, yah dermaga yang aku duduki telah berubah jadi bongkahan batu, tapi dua suasana yang berbeda sama-sama tak menghilangkan keindahan yang ada, kami tinggal dalam rumah yang sangat sederhana dengan dinding separoh tembok dan sebagian besar dari bilik bambu, lantaipun beralaskan tanah, itupun berdiri diatas tanah yang katanya milik adik dari Bapak, konon orang tua dari bapaku mempunyai tanah yang begitu luas, aku sering diceritakan oleh bapak bahwa tanah di sepanjang sungai ini, dulunya milik kakekmu, tanah di lereng bukit itu juga milik kakekmu, bahkan sebagian tanah di RT ini dulunya juga milik kakekmu, Aku kecil balik bertanya: “Lalu apakah kakek meninggalkan tanah untuk Bapak? Dengan tersenyum dan tak terlintaspun guratan kekecewaan, bapak menjawab: “Nak bisa dikatakan Bapak tak sejengkalpun mendapatkan tanah itu, yang bapak dapatkan cuma meja ini dan gosokan baju itu, sambil menunjuk kearah meja hitam yang diatasnya teronggok gosokan baju berbahan arang, tapi bapak mendapatkan sesuatu yang lebih berharga, dibandingkan luasnya tanah, yakni restu dan dukungan kakekmu untuk menyekolahkan bapak sampai bangku kuliah, dulu bapak aktif di organisasi KAPI & KAMMI ikut berjuang lewat jalur kemahasiswaan, keteladanan dan pendidikan jauh lebih penting, untuk bekal kita selanjutnya.
Untuk sekedar bisa bertahan hidup, Bapak dan Ibu, bahu membahu, melakukan kerja apa saja, mulai dari jadi buruh tani, pelayan restoran, jualan kecil-kecilan ditempat galian pasir, dengan menggunakan meja kecil kadang sambil berpanas-panas ria, jualan ikan dipasar, sampai kemudian Ibu berhasil membuka warung jajan yang menetap, sementara Bapak jadi distributor kecil untuk produk makanan, yang dipasarkan ke kota cilacap.
Gerah dengan rumah yang dianggap numpang ditanah saudara, akhirnya uang sisa PHK an dan sedikit tabungan, digunakan untuk membeli sebidang tanah, aku kecil bersorak gembira, akhirnya kami punya tanah sendiri diatasnya ada pohon jeruk, pohon kelapa, pohon jambu biji walau akhirnya ditebang semua karena untuk didirikan rumah, paling tidak kami merasa lebih leluasa untuk tinggal dan beristirahat setelah rumah berdiri, halaman yang ada kami manfaatkan untuk menanam; singkong, pohon pisang, pohon mangga,buah sukun, nanas, jambu, memelihara ayam dll, aku ingat aku sering tiduran dan bermain rumah-rumahan dibawah rimbunan pohon singkong yang mulai menghijau, saat menyenangkan kala merasakan bisa memetik pisang dari pohon sendiri, buah sukun yang berbuah lebat, bahkan hingga saat ini, kemarin tgl 14-10-2008 aku dikagetkan oleh kedatangan saudara sepupu yang membawa sekantong mangga yang sudah matang “ Mas ini titipan dari Ibu mangga dari pohon sendiri” aku terharu Ibu yang sudah tua dan mendiami rumah sendirian dikampung, masih ingat anaknya yang dirantau, terima-kasih Ibu.
Karena secara ekonomi kedua Orang tuaku kewalahan kalau harus sekaligus menyekolahkan kami bertiga, maka dengan menepis rasa malu bapak dan ibu menitipkan kedua kakaku untuk tinggal dan disekolahkan ditempat PaDe dan Bulik, saat ini kadang aku terenyuh betapa besar pengorbanan Bapak dan Ibu demi memperjuangkan sekolah kami, mereka rela memisahkan kami, demi tujuan yang lebih baik.
Menginjak SD, aku ingat selama enam tahun bisa dikatakan dilewati tanpa beralaskan sepatu, kalaupun pakai itu bekas kakak atau pemberian Saudara, baju seragampun tak pernah merasakan harum dan cerahnya baju baru, bahkan pernah ketika kelas 3 SD aku diledeki teman-teman sekolah karena celana yang aku pakai terlalu ketat dan sedikit robek, sementara teman-teman membawa bekal makanan ataupun kueh yang sedang trend, aku cukup puas berbekal runtukan sisa-sisa kueh yang aku beli dari Toko, Pak lehan pemilik toko sampai hapal setiap aku datang dengan membawa uang Rp15, pasti aku mau beli runtukan kueh, “ ini nak kuehnya dengan senyum ramahnya menjulurkan sekantung plastik kecil beriisi kueh runtukan” dibalik senyumnya seakan memberi pesan “ Nak teruskan langkahmu untuk bersekolah, jangan hancurkan harapan Orang tuamu tetaplah semangat, sambil mengusap kepalaku” nggih Pak dengan langkah pasti aku pergi menuju sekolah.
Sejak kecil aku memang yang paling lama tinggal dirumah, jadi akulah saksi hidup yang paling merasakan, desahan nafas Ibu ketika harus membantu mencari nafkah, derap langkah Bapak yang harus bangun pagi buta untuk mengambil barang untuk segera didistribusikan di warung / toko seantero cilacap, hal-hal inilah yang semakin mendorong aku untuk terus setia mendampingi dan membantu mereka, hingga tak heran jika kelas V SD aku sudah berani jualan ES keliling, saat SMP aku jualan asongan di bis-bis yang mampir direstoran yang ada didekat rumah, kadang ikut mendampingi ibu jualan ikan dipasar, tatkala teman-teman seumuran dengan bebas asyik dengan apa yang mereka suka, Aku justru asyik naik dan turun gunung untuk mencari kayu bakar bercengkrama dengan alam, pernah suatu ketika aku bersama teman-teman beristirahat ditengah kebun, aku disuruh memetik buah kelapa , dengan semangat aku segera memanjat pohon kelapa pas sudah sampai ujung dan saat menggapai pelepah tiba-tiba! seekor ular sebesar kaki orang dewasa muncul dan meluncur ditengah dahan dan jatuh ketanah, kontan saja aku terkejut dan secara reflek aku segera merosot turun tak peduli dada ini pada lecet pikirku yang penting aku tidak kena patuk, dari suasana alamlah aku ditunjukan kebesaran Tuhan dan menemukan perenungan diri diatas puncak bukit, hamparan tanaman nan subur, gemerick air ditengah batuan alam, kicauan burung, deritan pohon bambu yang mengeluarkan melodi khas hutan, lebih dari sekedar cukup untuk menjadi penghiburku, bahkan hanya untuk mendapatkan sepeda ontel aku rajin mengumpulkan uang dari hasil kerja dipeternakan ayam.
Cuplikan lagu yang dipopulerkan oleh Once, sangat mengena dan pesannya sangat tepat, dimana sebagai manusia, kita dilahirkan dibawah kasih sayang orang tua cintanya terhadap anak tak akan pernah lekang, menyejukan bak air terjun ditengah hutan, tempat berteduh dan pelepas lelah yang sempurna, akankah kita sebagai anak akan menghianati perjuangan mereka, tidak! Sebesar apapun niat kita untuk membalas kebaikan mereka, tidak akan pernah bisa impas tuk membalasnya:
“Aku mau mendampingi dirimu”
Aku mau cintai kekuranganmu
Slalu bersedia bahagiakanmu
Apapun terjadi .....
Kau jadikan aku ada.
Menginjak SMP, suasana prihatin masih menerpaku, hal yang masih sangat kuingat adalah saat-saat tatkala akan diadakan test semesteran, semua siswa, saat memasuki hari pertama dikumpulkan dihalaman, untuk dikasihkan informasi dan pengarahan seputar pelaksanaan test, saat acara berakhir semua siswa disuruh kembali ke masing-masing ruang ujian dan tempat duduk sesuai nomor yang telah ditentukan, sementara beberapa gelintir orang yang masih ada tunggakan administrasi suruh diam ditempat dan membereskan administrasi ataupun minta dispensasi ke TU dulu, jadilah sementara rekan-rekan yang lain sudah mengerjakan soal, aku baru bisa masuk celingukan sambil mencari no tempat duduk kadang dihiasi keringat karena menahan malu,( kejadian ini berlangsung beberapa kali ) pernah pula ketika aku harus terlambat masuk ruang kelas mukaku dikasih penghapus papan tulis oleh pak guru, karuan mukaku putih semua kayak hanoman, itu terjadi di depan kelas gr..r teman sekelas tertawa semua, padahal sungguh aku terlambat karena aku harus buka warung terlebih dulu dan menunggu ibu pulang dari pasar untung aku masih terhibur oleh perhatian satu siswi cantik yang dengan lembut mengusap mukaku dan dengan lirih dia berujar “ makanya jangan terlambat lagi yach, butiran air mata tampak diwajahnya ( makasih ... Lia kasih sayangmu selalu menyejukanku bahkan tatkala aku tertidur busyeet ...dramatis buanget ya..) jarang sekali aku bisa jajan dikantin atau warung disekolah, uang juga pas hanya untuk ongkos, bisa jajan kalau pulangnya nebeng sepeda teman.
Seragam lungsuran seakan sudah menjadi tradisi keluargaku, tapi aku tetap bangga dan berdiri tegak mengenakanya, tak layak rasanya aku harus merengek minta dibelikan, sedang untuk makanpun pas-pasan, makan nasi dengan sambal, nasi dengan hanya ditaburi garam dicampur dengan minyak jlantah sudah biasa aku nikmati, kalau masak mie instan sengaja kuahnya dibikin banyak biar kami kebagian dan bisa buat makan pagi dan malam, bahkan saat SMP inilah satu kejadian pernah membuat aku tengsin, alih-alih tidak punya sepatu ketika ada sepatu pantopel bekas Mba terpaksa aku pakai, pikirku sepatu pantopel khan ndak terlalu terlihat buat cewek atau cowok, makanya hari itu sepatu itu aku pakai kesekolah sampai disekolah aku ditertawakan oleh seisi kelas wit .. wit ada cowok pakai sepatu cewek, tak apalah pikirku niat yang utama bagiku kan belajar.
Bapak engkau telah menorehkan keteladanan bagi hidupku, kesederhanaan, ketaatanmu dalam bersujud pada Alloh, kesabaranmu dalam menopang dan mempertahankan agar tiang rumah senantiasa berdiri, keuletanmu untuk bangkit dari masa-masa sulit, semoga terukir dan menjiwai langkah anakmu, menjadi tuntunan dan menguatkan langkah ini untuk senantiasa menggapai kebahagiaan hidup, sayang engkau meninggal sebelum anakmu bisa memberikan sesuatu dari hasil bekerja diperantauan, yach bapak meninggal sesaat setelah aku dinyatakan lulus dan menerima ijazah aku ingat ucapan saat-saat terakhir sebelum meninggal beliau berucap lirih sambil memandangku “ ini jagoku “ dua kata pendek yang mengandung makna yang luas, ini berarti beliau berharap agar aku tetap kokoh dan setia untuk mengawal keluarga ini, Ya Alloh tuntun hambamu agar hamba tetap berjalan dijalanMU dan mampu mewujudkan amanat Bapak, tatkala engkau tergolek lemah tak berdaya, karena digerogoti penyakit ginjal, kala itu aku tak berdaya untuk ikut menopang biaya berobat bahkan aku merasa saat itu aku kurang setia dan sabar merawatmu inilah salah satu penyesalan dalam hidupku, semoga dengan doa yang senantiasa aku panjatkan engkau mendapatkan tempat yang indah disisiNya, karena salah satu doa yang masih bisa dirasakan oleh orang yang telah berpulang adalah doa anak soleh terhadap orang tuanya, saat-saat terakhir dalam hidup, aku dan Bapak masih sempat berdiskusi soal agama dan ibadah, bahkan sambil berbaring menahan sakit, beliau minta dituntun sholat berjamaah bersamaku, saat Bapak diharuskan dirujuk ke sebuah rumah sakit propinsi karena sakitnya semakin parah, didampingi Ibu dan beberapa kerabat berangkatlah ke Rumah sakit tersebut, sementara aku menunggu rumah, Kakak dengan menggendong adikku yang belum genap berumur 2 tahun menyusul naik bis ke yogyakarta, kakaku sempat kerepotan waktu diterminal saat adiku menangis minta susu, yang membuat aku trenyuh adalah fakta apa yang santer terdengar di masyarakat bahwasanya kepedulian rumah sakit terhadap rakyat kecil bisa dibilang sangat minim benar-benar kami rasakan, untuk menopang biaya berobat kakaku keliling meminta bantuan kerabat, untuk meringankan biaya rawat inap, kami mencari kamar kontrakan disekitar rumah sakit, sehingga setiap mau berobat kadang mesti dituntun atau dipapah.
Bapak juga orang yang sangat sayang dan penuh perhatian pada anak-anaknya, walau ditengah kesusahan beliau tak pernah lupa hari-hari istimewa (kelahiran kami) adiku waktu berumur genap 3 th, walau hanya mampu membeli telur asin untuk lauk makan, beliau mempersembahkanya dalam acara makan bersama “ ini untuk Ririn yang genap berumur 3 th, semoga keluarga ini diberikan kebahagiaan selalu “ ketekunannya menabung dari hasil menysihkan laba jualan seratus duaratus rupiah Beliau kumpulkan di celengan, setiap jumat aku perhatikan sudah seperti menjadi kewajiban beliau selalu membawa uang untuk kotak amal, ditengah kesempitan masih terpikirkan bahwa kita hidup tetap harus beryukur dan berbagi.
SAATNYA AKU MERANTAU
Kehidupan seorang perantau sepanjang yang aku amati sangatlah unik, motivasi, kesungguhan dan basic kehidupan dari masing-masing individunya tentunya meninggalkan karakter/sikap yang berbeda-beda, contoh ada seorang perantau yang karena berlatar belakang dari keluarga yang kurang mampu, tapi mendapatkan pendidikan formal yang cukup, serta tempaan mental yang baik lewat keteladanan orang tua dalam kehidupan keluarganya dulu, mestinya sang perantau jenis ini harus memiliki motivasi yang lebih berlipat, tangannya harus siap mengepal tuk menghadapi rintangan hidup, kepedihan yang biasa ditelan dulu menimbulkan kekebalan saat menghadapi kepedihan dari aroma kota yang penuh jebakan dan tantangan lebih bijak bertindak, menghargai sesama karena tahu betapa perihnya ketika dulu kita dicibir orang hanya karena tak cukup materi, lebih punya strategi dalam mengelola keuangan, karena tahu betapa sedihnya dulu betapa banyak kenikmatan yang tak kuasa kita rasakan karena terbatasnya uang, tapi sungguh celaka sobat betapa masih banyak rekan-rekan kita sesama perantau dengan basic yang sama dari orang tak berada justru dengan mudah terjebak dalam ranjau-ranjau tipu daya kota, kepedihan yang dirasakan dulu justru menimbulkan dendam dan menimbulkan keserakahan untuk mengumbar keinginan, hingga lupa bahwa berhasil tidaknya kita dalam merantau tergantung seberapa besar perhatian dan konsen kita bahwa jika kita tidak bijak berbuat siap-siaplah menerima derajat pencapaian yang tidak maksimal, jangan sampai hal terburuk menimpa kita pada saat kita tidak banyak berbuat untuk untuk mengatur strategi kehidupan, perjalanan hidup masih panjang kawan jangan sampai langkah kita justru akan menggerogoti nilai produktifitas kita untuk menyongsong hidup, sehingga jika hal terburuk menimpa kita sekalipun walau tujuan akhir mungkin belum tercapai, sebuah proses adalah bentuk lain dari pencapaian-pencapaian, setiap kemauan untuk bertindak pasti meninggalkan bekal baik material maupun imaterial, adapula jenis perantau yang punya latar belakang orang berkecukupan, pendidikan yang bertitel/tak bertitel saat diperantauan selalu dibuai oleh kenikmatan yang mudah didapat dulu, lupa bahwa nasib baik atau buruk kita sendirilah yang menentukan bukan harus selalu menunggu uluran bantuan orang tua, sehingga strategi untuk memperbaiki hidup kosong, motivasinya lemah sehingga pencapaiannya kurang berhasil, lebih mudah mengeluh, tergores oleh sesuatu yang kecilpun meradang berkepanjangan, celakanya lagi tatkala ekonomi keluarga orang tuanya ambruk, pondasinya semakin rapuh, harapanpun hilang bersama penyesalan yang sulit terobati.
Sekarang penulis ingin mengajak pembaca untuk mengikuti perjalanan penulis dari saat beranjak dari kampung untuk merantau sampai dengan detik ini saat jari jari penulis menuliskan karya ini, semoga kita sama-sama mendapatkan manfaat dan pelajaran dari kisah ini;
Ketika aku masuki masa SMA, aku merasakan bantuan yang diberikan kakaku yang terlebih dulu merantau, sungguh sangat membantu, kelangsungan sekolah dan bertahannya biduk rumah kami, terlintas dibenakku aku ingin menyusul kesana, bekerja jadi apa saja yang penting bisa memberikan sesuatu untuk Ibu, terlebih jika saat lebaran tiba, banyak teman-teman yang sudah merantau pulang, dengan pakaian necis, kantong kelihatannya tebal, saat bertemu dan bercengkrama terlontar cerita-cerita indah kalau hidup diperantauan terutama Jakarta, hal inilah yang memacuku untuk giat belajar terutama untuk menghadapi ujian akhir, aku harus mendapatkan nilai yang baik, aku harus tunjukan dengan kondisi pas-pasan untuk biaya sekolah tidak malah membuatku surut, aku pasti bisa!, yach akhirnya saat kelulusan tiba, aku lulus dengan hasil memuaskan.
Ketika teman-teman yang sudah dulu merantau pulang mudik, kesempatan ini aku gunakan untuk tahu lebih banyak tentang pekerjaan di Jakarta dan minta informasi lowongan kerja kebetulan mereka bilang yach saat ini ada pekerjaan di sebuah production house tapi sebelum masuk PH sementara Bantu-bantu dirumah Bos dulu, karena niatku sudah bulat untuk merantau akhirnya aku sanggupi pekerjaan itu singkat cerita aku dengan diantar saudara akhirnya berangkat ke Jakarta yang kata orang banyak menyediakan surga dunia, sampailah aku diantar ke sebuah pusat perkantoran dibilangan blok M, tepatnya disebuah studio yang cukup megah, disana bertemu dengan bos, dilanjutkan akhirnya aku diantar kesebuah rumah megah tempat aku Bantu-bantu, yang katanya sifatnya sementara sebelum dipekerjakan ketempat yang lebih layak, aku tak menyangka disinilah aku dapati perlakuan yang tidak enak, dibentak, kadang tak dikasih sarapan bahkan pernah terkunci dikamar mandi berjam-jam dalam kondisi kedinginan dan lapar saat itu tempat keluh kesahku adalah para pembantu yang tinggal disebelah rumah atau dinding tembok kamar yang terpaksa aku ajak bicara untuk menumpahkan kekesalan, akhirnya benteng kesabaranku untuk bertahan dirumah itu bobol dan semakin membulatkan tekad bahwa aku memang harus lari dari kondisi ini, aku harus bebas menentukan nasibku tanpa harus terkungkung oleh ikatan pembantu dan majikan, tidak! Aku masih berhak menemukan pekerjaan yang lebih baik dari ini, dengan tergopoh-gopoh aku tinggalkan komplek perumahan itu, tanpa tahu arah mana yang mestinya kutuju pikirku yang penting aku sampai ke bekasi tempat kakakku tinggal, setelah sampai aku jelaskan semua ke kakakku semua yang telah terjadi hingga aku kabur dari tempatku bekerja terserah kakak mau menilai aku gagal, kurang sabar atau rapuh sekalipun, yang jelas aku belum menyerah atas kejadian ini aku tidak ingin cengeng atau berpikir harus pulang kampung pikiran itu aku enyahkan jauh-jauh aku sudah melangkah kedepan tak pantas aku surut kebelakang, untuk meraih sesuatu dibutuhkan ketegaran, kesabaran dan tekad yang kuat bahwa itu semua bisa kita raih, aku jadi ingat cerita bijak yang bisa membangun kekuatan untuk terus melangkah kedepan dan tidak menoleh kebelakang, setiap hal pahit yang kita alami jangan divonis itu adalah sebuah kegagalan lebih baik pernah mencoba daripada bertahan hanya sebatas keinginan tapi enggan berbuat, ingat cerita seorang jendral angkatan perang ketika dia mencoba menyerang kekuatan musuh yang berada disebuah pulau, untuk membakar semangat perang bawahannya dia memerintahkan perahu-perahu yang mengantar mereka kepulau itu untuk dibakar, sehingga tidak ada alternatif untuk lari dan mundur, yang ada adalah maju, menyerang dan merebut pulau itu jika tidak berarti kalah dan pulang tinggal nama!.
Setelah aku pergi dari tempat kerja pertama, akhirnya aku mendarat di bekasi, ikut saudara, untuk sekedar bisa makan, aku lakukan kerja apa saja yang penting halal, mulai bantu jualan asongan di perempatan lampu merah, ikut jadi kenek angkutan mikrolet trayek cililitan-kranji, hingga akhirnya terpikir rasanya aku ingin berkerja disebuah pabrik, kebetulan di Tangerang ada saudara sepupu, akhirnya aku tekadkan untuk pergi ke tangerang, singkat cerita aku melamar di PT Porsmo, perusahaan produksi keramik di terima bagian polshing, kerja sampai shift tiga, bertahan enam bulan, akhirnya aku melamar di perusahaan cat dan diterima disana tepatnya maret 1994, diterima dibagian produksi/pengemasan, dari tahun pertama masuk kerja, memang sudah menjadi tekadku untuk mendedikasikan diriku untuk keluarga, apalagi dikampung Ibu hanya ditemani adik kecilku ririn, bahkan tercetus ide lewat kebaikan hati Paklik Kedi, Beliau bantu menjaminkan dan menfasilitasi cairnya pinjaman uang untuk keperluan, renovasi rumah, tentu dengan konsekwensi kami; Saya, Mas dan Mba yang ada diperantauan harus menyisihkan penghasilan untuk kepentingan pembayaran ke bank, sepahit apapun yang terjadi di perantauan selama untuk mewujudkan impian ibu dan keluarga tetap harus aku lakukan, demi Ibu dan adikku agar mereka lebih nyaman berada dirumah yang lebih permanen walau harus kuakui ditengah kesempitan penghasilan yang kudapatkan, bisa dikatakan waktu dan uang yang ada tak cukup lagi untuk aku mencicipi kesenangan yang ditawarkan kota perantauan, tapi hakekatnya kebahagian tak terhingga, jika aku bisa melihat senyum bahagia ibu dan adiku, jika bisa tinggal dirumah yang lebih kokoh dan sehat dan akhirnya itu bisa terwujud! ± tiga tahun pinjaman renovasi rumahpun lunas, rumah yang sudah mulai reot karena sebagian dindingnya masih dari bambu, diratakan dengan tanah dan dibangun rumah mungil baru berdinding tembok yang kuat, lengkap dengan dapur, toilet dan kamar mandi, terima kasih paklik engkau telah membantu impian kami terwujud, paling tidak rumah ini dilambangkan sebagai monumen hasil jerih payah dan keringat kami, diperantauan.
Tahun 1996, masih di perusahaan yang sama, sayapun di mutasi ke plant baru di daerah cikupa, tahun 1998 di mutasi kembali ke kantor pusat di daerah roxy mas Jakarta pusat, saat kerusuhan mei 1998 kejatah sempat piket jaga kantor
JANGAN PERNAH TAKUT BERMIMPI KAWAN ......PIJARKAN KEMAUAN, UKIRLAH KEMAMPUAN, RAIHLAH KESEMPATAN ... TITEL / PENDIDIKAN MEMBUKA BEBERAPA PINTU HARAPAN, TINDAKAN TERBAIK ANDA MEMBUKA LEBIH BANYAK PINTU HARAPAN.
selama SMA dan setelah lulus, aku pernah disinggahi sebuah kejadian, hampir saban harinya aku digoda, seorang tante muda nan cantik, yang sebetulnya kalau ditelusuri yach masih saudara tapi saudara jauh sech, bayangin (monggo pakai imajinasinya),tenang nda saru koq .... dilanjut sesuk neh ah...tak ngeloni bantal si nguantuke, ora mekakat angop wis ping telu, digawa turu mesti angler, tapi tanggung tak terusna nulis, jadi dulu kalau ibu ada di warung (kebetulan warungnya rada2 jauh dari rumah), sementara bapak dagang di kota cilacap, jadilah aku sendirian di rumah, rebahan sambil dengerin musik dari radio butut sing kadang suaranya kemresek kayak kehabisan setrum, ah sing penting khan lagunya bisa bikin enjoy, lagi asyik-asyiknya mau merem ketiduran, kret..kret lha koq ada suara pintu reyotku kebuka, rasanya kalau kucing yang masuk nda, bakalan soalnya pintu rumahku seret ndak pernah diminyakin eh. Eh teu-teu ma'jendudul (nongol,red) sosok wanita dengan rambutnya yang panjang, kulit putih bersih, cantik, kuusap mataku berulang takute kuntilanak nongol siang hari, tak cubit tanganku terasa sakit wah betul..betul..betul aku ndak mimpi rupanya, wanita penggoda itu kembali hadir disampingku, singkat cerita aku berhasil lolos dari perangkap dan godaannya.
Jangan salah paham hal diatas diceritakan disini bukan untuk maksud seronok, tapi kejadian diatas adalah sebagian kecil sebab untuk aku segera merantau, selain faktor-faktor lain yang tentunya akan kami ceritakan di kisah selanjutnya.
bersambung ...................
Tinggal di sebuah rumah kontrakan, dekat dengan keluarga Pa'Deku yang sama-sama hidup sederhana, jauh dari kelimpahan harta tak lantas aku mengambil kesimpulan, bahwa hidup ini tidak adil?, kenapa aku tidak terlahir dari keluarga berada? pertanyaan konyol itu aku enyahkan jauh-jauh, justru berawal dari sinilah yang semestinya membuat aku bersyukur sampan kehidupan yang kutempuh telah banyak melewati gelombang, jalan yang kudaki telah banyak melewati kelokan dan tanjakan, yang kesemuanya telah memberikan pelajaran teramat berharga dan telah membawa ke suatu muara bahwa hidup dan semua bagian-bagianya adalah sebuah episode yang harus kita lalui, tinggal apakah perjalanan itu berbuah bekal yang bermanfaat atau tidak, kita sendirilah yang paling tahu kemana arah hidup kita, ingat! kisah Ping ( katak ) yang terjebak dalam kolam kering, bingung mencari arah hidup, sempat terpuruk dalam keputusasaan, "akankah Aku menyerah seperti ikan- ikan gabus yang tak berdaya mati terkubur lumpur? saat itulah datang burung kakaktua yang bijak, melihat ada katak yang sedang bingung, dari ranting pohon kakak tua berkata " Ping cepatlah beranjak, raih kembali arah hidupmu! Ping menjawab, "Aku tak tahu kemana arah hidupku, pandanganku terhalang rimbunan pohon", Kakak tua dengan sedikit kesal menyahut, "Bodoh nian kau ping, untuk tahu arah hidupmu lihatlah kedalam dirimu, jangan kau bermanja-manja sibaklah rimbunan pohon itu dan melangkahlah kedepan dan meloncatlah!, jika kau yakin akan kemampuanmu niscaya kau bisa meloncat setinggi yang kau mau, bahkan kau bisa menggapai tingginya ranting ini, dari sini kau bisa melihat hamparan tujuan hidupmu, ingat keinginan tak dapat diraih hanya dengan berpasrah diri, jangan kau pupuskan harapanmu, dengan memikirkan hal terburuk keluarkan dari pikiranmu dan singkirkan kau pasti bisa mencapai sesuatu yang luar biasa dan dapat menghalau semua rintangan dengan kekuatan dan keyakinan", setelah mencoba beberapa kali akhirnya ping bisa lepas dari belenggu kekeringan dan mendapatkan kolam lain yang berair jernih.
Kesuksesan tidak hanya tercermin dari banyaknya harta yang kita raup, tapi kesuksesan terukur dari, telah diraihnya keseimbangan jiwa, rongga dadanya senantiasa diisi keheningan hati, sehingga dari sosoknya senantiasa terpancar rasa syukur, kerendahan hati, riak langkahnya senantiasa membawa manfaat dan kesejukan pada lingkungan disekitarnya, bukankah harta, tahta dan jabatan tak akan kekal menemani kita, prestasi taqwalah yang menjadi teman sejati yang setia mengiringi kita menuju kesuksesan abadi.
Kita layak belajar, dari falsafah pohon bambu, pohon bambu mempunyai akar yang kuat menghunjam bumi walau akarnya terdiri dari kumpulan serabut kecil tapi mereka bersatu menjelma menjadi kekuatan yang dahsyat sebagai symbol rasa optimis dan keyakinan yang kuat sehingga mampu menopang hidup, Pohon bambu mempunyai daun yang relatif senantiasa hijau walau diterpa peralihan musim, ini memberikan symbol bahwa dalam meghadapi pahit getir, dan hitam putihnya kehidupan kita harus senantiasa mengambil hikmah, dikala senang tidak mudah lupa diri senantiasa tetap merunduk berendah hati, dikala sedih, bersedia berbenah dan mengoreksi diri untuk kembali bangkit dan kembali menatap arah hidup, Pohon bambu batangnya kosong dan berbuku-buku ini sebagai symbol keheningan hati, mampu dengan jernih dan bijak melangkah, jauh dari kesombongan, derap langkahnya merupakan tahapan untuk selalu menuju tempat yang lebih tinggi, satu hal lagi walau pohon bambu tidak berbunga, pohon ini tetap konsisten dalam menjaga pertumbuhannya ini sebagai symbol sebagian dari manusia mau berbuat jika, tahu akan mendapatkan imbalan, pujian, sebaliknya jika suatu perbuatan jauh dari potensi untuk disanjung/dipuji orang, maka ia akan lari dan bersembunyi,sungguh naif jika suatu perbuatan itu selalu didasarkan semata-mata atas untung dan rugi, faktor egoisme menjauhkan diri kita dari rasa rela berkorban lupa bahwa setiap nilai kebaikan yang kita tanam hasilnya akan kita petik saat ini, dan esok nanti, kesuksesan bisa diukur dari seberapa besar manfaat kita untuk orang lain.
Kembali kemasa kecilku, masih ingat dalam ingatanku ketika aku berjingkrat gembira bersama kakaku, tak sabar berlari kecil menjemput kedatangan bapak bahkan sampai jauh dari rumah dan mendekati lokasi pabrik, hanya untuk mendapatkan dan mengambil satu rantang bubur kacang ijo, jatah Bapak dari pabrik, sungguh kala itu bubur ini sangat bernilai bagi kami, mungkin laksana daging saat ini, kami bagi dan kami nikmati beramai-ramai.
Aku kecil sering diajak berboncengan sepeda sama kakak sepupuku, mengitari indahnya kota cilacap, ditengah asyiknya sepeda dikayuh tiba-tiba bunyi rem berdenyit, Aku pikir wah ini pasti saatnya berhenti istirahat, rupanya dugaanku meleset, kakakku menghentikan sepeda rupanya karena ada uang logam recehan yang teronggok diaspal, dengan telaten kakakku merogoh pisau yang sudah disiapkan dari rumah, maka dicongkelah uang logam itu dan dimasukan kantong, begitulah seterusnya sambil bermain sepeda, setiap ada uang yang tercecer pasti kami berhenti untuk kembali mengambilnya, setelah dewasa dari kejadian ini sungguh memberikan satu pelajaran berharga, bahwasanya setiap yang bernilai jangan pernah engkau sia-siakan, sebaliknya apa yang dianggap orang tak bernilai, kita bisa memberikan nilai lebih dengan memanfaatkannya dalam segala situasi, sementara sebagian besar orang begitu mengagungkan nilai harga diri yang kadang salah menafsirkan arti hakikat harga diri itu sendiri, sehingga yang ada adalah gengsi, gila penghargaan, mudah meremehkan orang, jadilah selalu orang yang berjiwa positif, optimalkan hidup ini, niscaya Anda akan mudah melampaui masa lalu yang biasa-biasa saja untuk menuju kedalam dunia yang tertinggi dan terbaik, Anda tidak akan pernah lagi merasa puas, hanya dengan menjadi yang baik.
Apa itu harga diri ?
“Disposisi untuk merasakan diri kita kompeten, untuk mengatasi tantangan hidup, dan pantas mendapatkan kebahagiaan, serta melibatkan kepercayaan diri, kepantasan dan kompetensi”
“Menjadi diri kita yang terbaik, adalah alasan kita dilahirkan, namun dibutuhkan kesabaran dan ketabahan” ( Sarah ban breathnach )
Setiap sore sebelum matahari menuju peraduannya sebuah gerobak berisi dagangan ala kadarnya, tampak keluar dari sebuah rumah, didorong laki-laki remaja, diikuti anak kecil, yang berlari dibelakangnya, selalu menuju tempat yang sama, yakni alun-alun cilacap, dibawah pohon beringin tempat mangkal dagangan kami, dengan napas masih sedikit tersengal, dan keringat yang masih mengucur, anak remaja itu segera menyiapkan daganganya, setelah semuanya siap, anak remaja itu, dengan wajah ramah, dan selalu berhiaskan senyuman, dengan cekatan melayani pembeli yang mampir , ucapan terima kasih selalu meluncur dari bibirnya pada setiap pembeli yang mennyodorkan uangnya, sementara anak kecil yang belum tahu apa-apa, disibukan dengan asyik bermain berlarian mengitari pohon, meloncat-loncat menggapai akar beringin yang berjuntaian atau sekedar duduk termenung dipinggir jalan asyik menghitung dan memperhatikan mobil-mobil bersliweran, setelah cape bermain anak kecil itu biasanya ngantuk dengan penuh kasih sayang anak remaja itu menuntun anak kecil itu untuk tidur dalam gerobak. setiap terdengar kumandang adzan, tak pernah sekalipun, anak remaja itu mengabaikan panggilaNya, bergegas, berkemas, bahkan berlari menuju masjid, seakan-akan ingin segera bersujud, bersimpuh, dan memeluk kekasih sejatiNya Sang penguasa hidup, yang menggengam semua mahlukNya, anak kecil itu dengan seksama memperhatikan, anak remaja itu berdoa, dengan khusu ia berdoa, kadang air matanya sampai berlinang sungguh menggambarkan kepasrahan yang tulus, padahal dalam keseharianya wajah sedih tak pernah tergambar dari wajahnya, walau setiap hari sepulang sekolah harus berkutat dengan waktu untuk mengais rezeki, atau bisa dibilang sebagian waktu bermainnya terampas, demi untuk memutar roda kehidupan keluarganya tapi dia tetap gigih dan setia. Bahkan setaip ada secuil waktu yang tersisa dimanfaatkannya untuk belajar dan membaca satu lirik dari sang maestro lagu balada "Iwan fals" menggambarkan perjuangan anak itu :
Si Budi kecil kuyup menggigil.
menahan dingin tanpa jas hujan.
Di simpang jalan tugu pancoran.
Tunggu pembeli jajakan koran.
Menjelang maghrib hujan tak reda.
Si budi murung menghitung laba.
Surat kabar sore, dijual malam.
Selepas isya melangkah enggan.
Anak sekecil itu berkelahi dengan waktu.
demi satu impian yang kerap ganggu tidurmu.
Anak sekecil itu tak sempat nikmati waktu.
Demi pecahkan karang, dengan tanganmu terkepal.
Yach akhirnya setelah kami sama-sama dewasa terbukti memang kakak serta kakak sepupunku, semuanya relatif telah menjadi orang yang cukup sukses, ada Mbaku membuka toko material, kakak kandungku bekerja disebuah universitas jendral Sudirman sambil nyambi buka TIKI dan mengelola rias pengantin dan pembuatan Kue, kakak sepupuku ada Mas Anto di Pertamina, Mas Hery dan Mas Lili di perusahaan jepang, Mas Bambang di bagian PD pabrik kimia, Mba Endang usaha angkutan kota, Mas narto jadi manager di hotel bintang 5 di bali, Mas Wasis jadi kontraktor, apa yang mereka tanam sewaktu kecil dulu dengan sikap sabar, prihatin, dan giat belajar telah membuahkan hasil yang manis mereka memang berhak mengenakan baju kesuksesan atas hal pil pahit yang biasa mereka telan dulu.
“Bila kita keras terhadap diri sendiri, maka kehidupan akan lunak kepada kita, tetapi bila kita lunak terhadap diri, maka kehidupan akan keras terhadap kita” ( Andri Wongso )
Untuk meraih kesuksesan tentu kita membutuhkan niat dan tekad yang kuat, seringkali rintangan datangnya bukan dari luar tetapi dari dalam diri sendiri, rasa malas,sungkan, cepat puas berleha-leha sering menghambat keberhasilan kita, bahkan bisa membuat kita gagal ! Jangan mudah mentolelir hal-hal yang akan membuat kita terlena, nanti kita jadi terbiasa dan terjerat karenanya.
Untuk mempertahankan kehidupan keluarga, ekonomi keluarga pa'deku juga ditopang dengan, memelihara beberapa ekor kambing, Aku kecil sering diajak mencari pakan, entah itu rumput, bahkan kulit pisang, yang didapat dengan cara berkeliling mampir kesetiap warung, yang menjajakan goreng pisang, sementara tetangga yang lain sudah menggunakan kompor untuk memasak, kami harus sibuk mencari kayu bakar / puing, berkeliling dengan menggendong karung, aku bersama kakaku menyelinap sampai sudut-sudut kota, memungut kayu, atau apapun yang bisa dijadikan bahan bakar, tak jarang kami sampai digonggongi anjing galak, dengan wajah ketakutan aku bersembunyi dibalik punggung kakak, yang dengan lantang mengusir anjing, jika ada uang sedikit, kami gunakan untuk membeli permen agar bisa kebagian semua, kami nikmati sambil melepas lelah dengan melihat kereta api yang lewat tut..tut..tut.. oh terasaa nikmat sekali.
Kabut kelam menyelimuti keluargaku saat, Bapaku terkena pengurangan karyawan bersama ratusan teman kerja yang lain, akhirnya kami sekeluarga memutuskan pergi dari kota cilacap menuju tempat kelahiran bapaku disebuah desa diujung barat kabupaten , oh . .cilacap aku pasti akan kangen dengan dermagamu aku kecil pernah hinggap disana, memancing dan melongo takjub melihat kapal - kapal raksasa ( tanker ) yeng sedang merapat di unit pertamina III & IV, tangki-tangki minyak raksasa yang kala itu membuat aku kagum dan bangga, benteng pendemmu, Teluk penyumu, deruan ombak lautmu, kawasan industrimu, stasiunmu, taman hutan bakaumu, pelabuhan udara mungilmu, tunggu aku disana!! “ Wis jan pokoke inyong bangga banget dadi wong cilacap perpaduan antarane pesona laut karo pegunungan indaeh pol.. pol..pol”, kelak dengan kondisiku yang lebih baik, aku ingin mencium jejak langkahku yang telah terukir, dan membangkitkan motivasi, untuk terus bergerak menggapai kebahagiaan hidup, jadilah seperti air, " air senantiasa bergerak mengerti arah yang akan diambilnya, tak peduli kekuatan apa yang ada dihadapannya, pasti diterjang, jangan alergi dengan sesuatu yang negatif, kesedihan dan kebahagiaan sama-sama memberikan pelajarannya, sebaliknya jangan mudah terjebak dengan kehidupan yang penuh dengan kompromi dan pengganti, pasrah dengan kondisi yang ada, dengan meyalahkan faktor-faktor dari luar, "terimalah apa yang berada diluar kendali Anda, sebaliknya optimalkan apa yang ada dalam kendali Anda".
Didesa ini kami memulai hidup baru, angin laut digantikan dengan angin pegunungan yang dingin, nuansa kota disulap jadi suasana serba hijau dengan rimbunan pohon, hamparan laut luas, berganti deretan bukit yang menjulang dihiasi aliran sungai yang jernih dengan ikan-ikan yang berenang bebas, dengan lincah ikan-ikan itu segera bersembunyi dibalik batu, tatkala kakiku terjuntai saat duduk diatas batu dan menyentuh air, yah dermaga yang aku duduki telah berubah jadi bongkahan batu, tapi dua suasana yang berbeda sama-sama tak menghilangkan keindahan yang ada, kami tinggal dalam rumah yang sangat sederhana dengan dinding separoh tembok dan sebagian besar dari bilik bambu, lantaipun beralaskan tanah, itupun berdiri diatas tanah yang katanya milik adik dari Bapak, konon orang tua dari bapaku mempunyai tanah yang begitu luas, aku sering diceritakan oleh bapak bahwa tanah di sepanjang sungai ini, dulunya milik kakekmu, tanah di lereng bukit itu juga milik kakekmu, bahkan sebagian tanah di RT ini dulunya juga milik kakekmu, Aku kecil balik bertanya: “Lalu apakah kakek meninggalkan tanah untuk Bapak? Dengan tersenyum dan tak terlintaspun guratan kekecewaan, bapak menjawab: “Nak bisa dikatakan Bapak tak sejengkalpun mendapatkan tanah itu, yang bapak dapatkan cuma meja ini dan gosokan baju itu, sambil menunjuk kearah meja hitam yang diatasnya teronggok gosokan baju berbahan arang, tapi bapak mendapatkan sesuatu yang lebih berharga, dibandingkan luasnya tanah, yakni restu dan dukungan kakekmu untuk menyekolahkan bapak sampai bangku kuliah, dulu bapak aktif di organisasi KAPI & KAMMI ikut berjuang lewat jalur kemahasiswaan, keteladanan dan pendidikan jauh lebih penting, untuk bekal kita selanjutnya.
Untuk sekedar bisa bertahan hidup, Bapak dan Ibu, bahu membahu, melakukan kerja apa saja, mulai dari jadi buruh tani, pelayan restoran, jualan kecil-kecilan ditempat galian pasir, dengan menggunakan meja kecil kadang sambil berpanas-panas ria, jualan ikan dipasar, sampai kemudian Ibu berhasil membuka warung jajan yang menetap, sementara Bapak jadi distributor kecil untuk produk makanan, yang dipasarkan ke kota cilacap.
Gerah dengan rumah yang dianggap numpang ditanah saudara, akhirnya uang sisa PHK an dan sedikit tabungan, digunakan untuk membeli sebidang tanah, aku kecil bersorak gembira, akhirnya kami punya tanah sendiri diatasnya ada pohon jeruk, pohon kelapa, pohon jambu biji walau akhirnya ditebang semua karena untuk didirikan rumah, paling tidak kami merasa lebih leluasa untuk tinggal dan beristirahat setelah rumah berdiri, halaman yang ada kami manfaatkan untuk menanam; singkong, pohon pisang, pohon mangga,buah sukun, nanas, jambu, memelihara ayam dll, aku ingat aku sering tiduran dan bermain rumah-rumahan dibawah rimbunan pohon singkong yang mulai menghijau, saat menyenangkan kala merasakan bisa memetik pisang dari pohon sendiri, buah sukun yang berbuah lebat, bahkan hingga saat ini, kemarin tgl 14-10-2008 aku dikagetkan oleh kedatangan saudara sepupu yang membawa sekantong mangga yang sudah matang “ Mas ini titipan dari Ibu mangga dari pohon sendiri” aku terharu Ibu yang sudah tua dan mendiami rumah sendirian dikampung, masih ingat anaknya yang dirantau, terima-kasih Ibu.
Karena secara ekonomi kedua Orang tuaku kewalahan kalau harus sekaligus menyekolahkan kami bertiga, maka dengan menepis rasa malu bapak dan ibu menitipkan kedua kakaku untuk tinggal dan disekolahkan ditempat PaDe dan Bulik, saat ini kadang aku terenyuh betapa besar pengorbanan Bapak dan Ibu demi memperjuangkan sekolah kami, mereka rela memisahkan kami, demi tujuan yang lebih baik.
Menginjak SD, aku ingat selama enam tahun bisa dikatakan dilewati tanpa beralaskan sepatu, kalaupun pakai itu bekas kakak atau pemberian Saudara, baju seragampun tak pernah merasakan harum dan cerahnya baju baru, bahkan pernah ketika kelas 3 SD aku diledeki teman-teman sekolah karena celana yang aku pakai terlalu ketat dan sedikit robek, sementara teman-teman membawa bekal makanan ataupun kueh yang sedang trend, aku cukup puas berbekal runtukan sisa-sisa kueh yang aku beli dari Toko, Pak lehan pemilik toko sampai hapal setiap aku datang dengan membawa uang Rp15, pasti aku mau beli runtukan kueh, “ ini nak kuehnya dengan senyum ramahnya menjulurkan sekantung plastik kecil beriisi kueh runtukan” dibalik senyumnya seakan memberi pesan “ Nak teruskan langkahmu untuk bersekolah, jangan hancurkan harapan Orang tuamu tetaplah semangat, sambil mengusap kepalaku” nggih Pak dengan langkah pasti aku pergi menuju sekolah.
Sejak kecil aku memang yang paling lama tinggal dirumah, jadi akulah saksi hidup yang paling merasakan, desahan nafas Ibu ketika harus membantu mencari nafkah, derap langkah Bapak yang harus bangun pagi buta untuk mengambil barang untuk segera didistribusikan di warung / toko seantero cilacap, hal-hal inilah yang semakin mendorong aku untuk terus setia mendampingi dan membantu mereka, hingga tak heran jika kelas V SD aku sudah berani jualan ES keliling, saat SMP aku jualan asongan di bis-bis yang mampir direstoran yang ada didekat rumah, kadang ikut mendampingi ibu jualan ikan dipasar, tatkala teman-teman seumuran dengan bebas asyik dengan apa yang mereka suka, Aku justru asyik naik dan turun gunung untuk mencari kayu bakar bercengkrama dengan alam, pernah suatu ketika aku bersama teman-teman beristirahat ditengah kebun, aku disuruh memetik buah kelapa , dengan semangat aku segera memanjat pohon kelapa pas sudah sampai ujung dan saat menggapai pelepah tiba-tiba! seekor ular sebesar kaki orang dewasa muncul dan meluncur ditengah dahan dan jatuh ketanah, kontan saja aku terkejut dan secara reflek aku segera merosot turun tak peduli dada ini pada lecet pikirku yang penting aku tidak kena patuk, dari suasana alamlah aku ditunjukan kebesaran Tuhan dan menemukan perenungan diri diatas puncak bukit, hamparan tanaman nan subur, gemerick air ditengah batuan alam, kicauan burung, deritan pohon bambu yang mengeluarkan melodi khas hutan, lebih dari sekedar cukup untuk menjadi penghiburku, bahkan hanya untuk mendapatkan sepeda ontel aku rajin mengumpulkan uang dari hasil kerja dipeternakan ayam.
Cuplikan lagu yang dipopulerkan oleh Once, sangat mengena dan pesannya sangat tepat, dimana sebagai manusia, kita dilahirkan dibawah kasih sayang orang tua cintanya terhadap anak tak akan pernah lekang, menyejukan bak air terjun ditengah hutan, tempat berteduh dan pelepas lelah yang sempurna, akankah kita sebagai anak akan menghianati perjuangan mereka, tidak! Sebesar apapun niat kita untuk membalas kebaikan mereka, tidak akan pernah bisa impas tuk membalasnya:
“Aku mau mendampingi dirimu”
Aku mau cintai kekuranganmu
Slalu bersedia bahagiakanmu
Apapun terjadi .....
Kau jadikan aku ada.
Menginjak SMP, suasana prihatin masih menerpaku, hal yang masih sangat kuingat adalah saat-saat tatkala akan diadakan test semesteran, semua siswa, saat memasuki hari pertama dikumpulkan dihalaman, untuk dikasihkan informasi dan pengarahan seputar pelaksanaan test, saat acara berakhir semua siswa disuruh kembali ke masing-masing ruang ujian dan tempat duduk sesuai nomor yang telah ditentukan, sementara beberapa gelintir orang yang masih ada tunggakan administrasi suruh diam ditempat dan membereskan administrasi ataupun minta dispensasi ke TU dulu, jadilah sementara rekan-rekan yang lain sudah mengerjakan soal, aku baru bisa masuk celingukan sambil mencari no tempat duduk kadang dihiasi keringat karena menahan malu,( kejadian ini berlangsung beberapa kali ) pernah pula ketika aku harus terlambat masuk ruang kelas mukaku dikasih penghapus papan tulis oleh pak guru, karuan mukaku putih semua kayak hanoman, itu terjadi di depan kelas gr..r teman sekelas tertawa semua, padahal sungguh aku terlambat karena aku harus buka warung terlebih dulu dan menunggu ibu pulang dari pasar untung aku masih terhibur oleh perhatian satu siswi cantik yang dengan lembut mengusap mukaku dan dengan lirih dia berujar “ makanya jangan terlambat lagi yach, butiran air mata tampak diwajahnya ( makasih ... Lia kasih sayangmu selalu menyejukanku bahkan tatkala aku tertidur busyeet ...dramatis buanget ya..) jarang sekali aku bisa jajan dikantin atau warung disekolah, uang juga pas hanya untuk ongkos, bisa jajan kalau pulangnya nebeng sepeda teman.
Seragam lungsuran seakan sudah menjadi tradisi keluargaku, tapi aku tetap bangga dan berdiri tegak mengenakanya, tak layak rasanya aku harus merengek minta dibelikan, sedang untuk makanpun pas-pasan, makan nasi dengan sambal, nasi dengan hanya ditaburi garam dicampur dengan minyak jlantah sudah biasa aku nikmati, kalau masak mie instan sengaja kuahnya dibikin banyak biar kami kebagian dan bisa buat makan pagi dan malam, bahkan saat SMP inilah satu kejadian pernah membuat aku tengsin, alih-alih tidak punya sepatu ketika ada sepatu pantopel bekas Mba terpaksa aku pakai, pikirku sepatu pantopel khan ndak terlalu terlihat buat cewek atau cowok, makanya hari itu sepatu itu aku pakai kesekolah sampai disekolah aku ditertawakan oleh seisi kelas wit .. wit ada cowok pakai sepatu cewek, tak apalah pikirku niat yang utama bagiku kan belajar.
Bapak engkau telah menorehkan keteladanan bagi hidupku, kesederhanaan, ketaatanmu dalam bersujud pada Alloh, kesabaranmu dalam menopang dan mempertahankan agar tiang rumah senantiasa berdiri, keuletanmu untuk bangkit dari masa-masa sulit, semoga terukir dan menjiwai langkah anakmu, menjadi tuntunan dan menguatkan langkah ini untuk senantiasa menggapai kebahagiaan hidup, sayang engkau meninggal sebelum anakmu bisa memberikan sesuatu dari hasil bekerja diperantauan, yach bapak meninggal sesaat setelah aku dinyatakan lulus dan menerima ijazah aku ingat ucapan saat-saat terakhir sebelum meninggal beliau berucap lirih sambil memandangku “ ini jagoku “ dua kata pendek yang mengandung makna yang luas, ini berarti beliau berharap agar aku tetap kokoh dan setia untuk mengawal keluarga ini, Ya Alloh tuntun hambamu agar hamba tetap berjalan dijalanMU dan mampu mewujudkan amanat Bapak, tatkala engkau tergolek lemah tak berdaya, karena digerogoti penyakit ginjal, kala itu aku tak berdaya untuk ikut menopang biaya berobat bahkan aku merasa saat itu aku kurang setia dan sabar merawatmu inilah salah satu penyesalan dalam hidupku, semoga dengan doa yang senantiasa aku panjatkan engkau mendapatkan tempat yang indah disisiNya, karena salah satu doa yang masih bisa dirasakan oleh orang yang telah berpulang adalah doa anak soleh terhadap orang tuanya, saat-saat terakhir dalam hidup, aku dan Bapak masih sempat berdiskusi soal agama dan ibadah, bahkan sambil berbaring menahan sakit, beliau minta dituntun sholat berjamaah bersamaku, saat Bapak diharuskan dirujuk ke sebuah rumah sakit propinsi karena sakitnya semakin parah, didampingi Ibu dan beberapa kerabat berangkatlah ke Rumah sakit tersebut, sementara aku menunggu rumah, Kakak dengan menggendong adikku yang belum genap berumur 2 tahun menyusul naik bis ke yogyakarta, kakaku sempat kerepotan waktu diterminal saat adiku menangis minta susu, yang membuat aku trenyuh adalah fakta apa yang santer terdengar di masyarakat bahwasanya kepedulian rumah sakit terhadap rakyat kecil bisa dibilang sangat minim benar-benar kami rasakan, untuk menopang biaya berobat kakaku keliling meminta bantuan kerabat, untuk meringankan biaya rawat inap, kami mencari kamar kontrakan disekitar rumah sakit, sehingga setiap mau berobat kadang mesti dituntun atau dipapah.
Bapak juga orang yang sangat sayang dan penuh perhatian pada anak-anaknya, walau ditengah kesusahan beliau tak pernah lupa hari-hari istimewa (kelahiran kami) adiku waktu berumur genap 3 th, walau hanya mampu membeli telur asin untuk lauk makan, beliau mempersembahkanya dalam acara makan bersama “ ini untuk Ririn yang genap berumur 3 th, semoga keluarga ini diberikan kebahagiaan selalu “ ketekunannya menabung dari hasil menysihkan laba jualan seratus duaratus rupiah Beliau kumpulkan di celengan, setiap jumat aku perhatikan sudah seperti menjadi kewajiban beliau selalu membawa uang untuk kotak amal, ditengah kesempitan masih terpikirkan bahwa kita hidup tetap harus beryukur dan berbagi.
SAATNYA AKU MERANTAU
Kehidupan seorang perantau sepanjang yang aku amati sangatlah unik, motivasi, kesungguhan dan basic kehidupan dari masing-masing individunya tentunya meninggalkan karakter/sikap yang berbeda-beda, contoh ada seorang perantau yang karena berlatar belakang dari keluarga yang kurang mampu, tapi mendapatkan pendidikan formal yang cukup, serta tempaan mental yang baik lewat keteladanan orang tua dalam kehidupan keluarganya dulu, mestinya sang perantau jenis ini harus memiliki motivasi yang lebih berlipat, tangannya harus siap mengepal tuk menghadapi rintangan hidup, kepedihan yang biasa ditelan dulu menimbulkan kekebalan saat menghadapi kepedihan dari aroma kota yang penuh jebakan dan tantangan lebih bijak bertindak, menghargai sesama karena tahu betapa perihnya ketika dulu kita dicibir orang hanya karena tak cukup materi, lebih punya strategi dalam mengelola keuangan, karena tahu betapa sedihnya dulu betapa banyak kenikmatan yang tak kuasa kita rasakan karena terbatasnya uang, tapi sungguh celaka sobat betapa masih banyak rekan-rekan kita sesama perantau dengan basic yang sama dari orang tak berada justru dengan mudah terjebak dalam ranjau-ranjau tipu daya kota, kepedihan yang dirasakan dulu justru menimbulkan dendam dan menimbulkan keserakahan untuk mengumbar keinginan, hingga lupa bahwa berhasil tidaknya kita dalam merantau tergantung seberapa besar perhatian dan konsen kita bahwa jika kita tidak bijak berbuat siap-siaplah menerima derajat pencapaian yang tidak maksimal, jangan sampai hal terburuk menimpa kita pada saat kita tidak banyak berbuat untuk untuk mengatur strategi kehidupan, perjalanan hidup masih panjang kawan jangan sampai langkah kita justru akan menggerogoti nilai produktifitas kita untuk menyongsong hidup, sehingga jika hal terburuk menimpa kita sekalipun walau tujuan akhir mungkin belum tercapai, sebuah proses adalah bentuk lain dari pencapaian-pencapaian, setiap kemauan untuk bertindak pasti meninggalkan bekal baik material maupun imaterial, adapula jenis perantau yang punya latar belakang orang berkecukupan, pendidikan yang bertitel/tak bertitel saat diperantauan selalu dibuai oleh kenikmatan yang mudah didapat dulu, lupa bahwa nasib baik atau buruk kita sendirilah yang menentukan bukan harus selalu menunggu uluran bantuan orang tua, sehingga strategi untuk memperbaiki hidup kosong, motivasinya lemah sehingga pencapaiannya kurang berhasil, lebih mudah mengeluh, tergores oleh sesuatu yang kecilpun meradang berkepanjangan, celakanya lagi tatkala ekonomi keluarga orang tuanya ambruk, pondasinya semakin rapuh, harapanpun hilang bersama penyesalan yang sulit terobati.
Sekarang penulis ingin mengajak pembaca untuk mengikuti perjalanan penulis dari saat beranjak dari kampung untuk merantau sampai dengan detik ini saat jari jari penulis menuliskan karya ini, semoga kita sama-sama mendapatkan manfaat dan pelajaran dari kisah ini;
Ketika aku masuki masa SMA, aku merasakan bantuan yang diberikan kakaku yang terlebih dulu merantau, sungguh sangat membantu, kelangsungan sekolah dan bertahannya biduk rumah kami, terlintas dibenakku aku ingin menyusul kesana, bekerja jadi apa saja yang penting bisa memberikan sesuatu untuk Ibu, terlebih jika saat lebaran tiba, banyak teman-teman yang sudah merantau pulang, dengan pakaian necis, kantong kelihatannya tebal, saat bertemu dan bercengkrama terlontar cerita-cerita indah kalau hidup diperantauan terutama Jakarta, hal inilah yang memacuku untuk giat belajar terutama untuk menghadapi ujian akhir, aku harus mendapatkan nilai yang baik, aku harus tunjukan dengan kondisi pas-pasan untuk biaya sekolah tidak malah membuatku surut, aku pasti bisa!, yach akhirnya saat kelulusan tiba, aku lulus dengan hasil memuaskan.
Ketika teman-teman yang sudah dulu merantau pulang mudik, kesempatan ini aku gunakan untuk tahu lebih banyak tentang pekerjaan di Jakarta dan minta informasi lowongan kerja kebetulan mereka bilang yach saat ini ada pekerjaan di sebuah production house tapi sebelum masuk PH sementara Bantu-bantu dirumah Bos dulu, karena niatku sudah bulat untuk merantau akhirnya aku sanggupi pekerjaan itu singkat cerita aku dengan diantar saudara akhirnya berangkat ke Jakarta yang kata orang banyak menyediakan surga dunia, sampailah aku diantar ke sebuah pusat perkantoran dibilangan blok M, tepatnya disebuah studio yang cukup megah, disana bertemu dengan bos, dilanjutkan akhirnya aku diantar kesebuah rumah megah tempat aku Bantu-bantu, yang katanya sifatnya sementara sebelum dipekerjakan ketempat yang lebih layak, aku tak menyangka disinilah aku dapati perlakuan yang tidak enak, dibentak, kadang tak dikasih sarapan bahkan pernah terkunci dikamar mandi berjam-jam dalam kondisi kedinginan dan lapar saat itu tempat keluh kesahku adalah para pembantu yang tinggal disebelah rumah atau dinding tembok kamar yang terpaksa aku ajak bicara untuk menumpahkan kekesalan, akhirnya benteng kesabaranku untuk bertahan dirumah itu bobol dan semakin membulatkan tekad bahwa aku memang harus lari dari kondisi ini, aku harus bebas menentukan nasibku tanpa harus terkungkung oleh ikatan pembantu dan majikan, tidak! Aku masih berhak menemukan pekerjaan yang lebih baik dari ini, dengan tergopoh-gopoh aku tinggalkan komplek perumahan itu, tanpa tahu arah mana yang mestinya kutuju pikirku yang penting aku sampai ke bekasi tempat kakakku tinggal, setelah sampai aku jelaskan semua ke kakakku semua yang telah terjadi hingga aku kabur dari tempatku bekerja terserah kakak mau menilai aku gagal, kurang sabar atau rapuh sekalipun, yang jelas aku belum menyerah atas kejadian ini aku tidak ingin cengeng atau berpikir harus pulang kampung pikiran itu aku enyahkan jauh-jauh aku sudah melangkah kedepan tak pantas aku surut kebelakang, untuk meraih sesuatu dibutuhkan ketegaran, kesabaran dan tekad yang kuat bahwa itu semua bisa kita raih, aku jadi ingat cerita bijak yang bisa membangun kekuatan untuk terus melangkah kedepan dan tidak menoleh kebelakang, setiap hal pahit yang kita alami jangan divonis itu adalah sebuah kegagalan lebih baik pernah mencoba daripada bertahan hanya sebatas keinginan tapi enggan berbuat, ingat cerita seorang jendral angkatan perang ketika dia mencoba menyerang kekuatan musuh yang berada disebuah pulau, untuk membakar semangat perang bawahannya dia memerintahkan perahu-perahu yang mengantar mereka kepulau itu untuk dibakar, sehingga tidak ada alternatif untuk lari dan mundur, yang ada adalah maju, menyerang dan merebut pulau itu jika tidak berarti kalah dan pulang tinggal nama!.
Setelah aku pergi dari tempat kerja pertama, akhirnya aku mendarat di bekasi, ikut saudara, untuk sekedar bisa makan, aku lakukan kerja apa saja yang penting halal, mulai bantu jualan asongan di perempatan lampu merah, ikut jadi kenek angkutan mikrolet trayek cililitan-kranji, hingga akhirnya terpikir rasanya aku ingin berkerja disebuah pabrik, kebetulan di Tangerang ada saudara sepupu, akhirnya aku tekadkan untuk pergi ke tangerang, singkat cerita aku melamar di PT Porsmo, perusahaan produksi keramik di terima bagian polshing, kerja sampai shift tiga, bertahan enam bulan, akhirnya aku melamar di perusahaan cat dan diterima disana tepatnya maret 1994, diterima dibagian produksi/pengemasan, dari tahun pertama masuk kerja, memang sudah menjadi tekadku untuk mendedikasikan diriku untuk keluarga, apalagi dikampung Ibu hanya ditemani adik kecilku ririn, bahkan tercetus ide lewat kebaikan hati Paklik Kedi, Beliau bantu menjaminkan dan menfasilitasi cairnya pinjaman uang untuk keperluan, renovasi rumah, tentu dengan konsekwensi kami; Saya, Mas dan Mba yang ada diperantauan harus menyisihkan penghasilan untuk kepentingan pembayaran ke bank, sepahit apapun yang terjadi di perantauan selama untuk mewujudkan impian ibu dan keluarga tetap harus aku lakukan, demi Ibu dan adikku agar mereka lebih nyaman berada dirumah yang lebih permanen walau harus kuakui ditengah kesempitan penghasilan yang kudapatkan, bisa dikatakan waktu dan uang yang ada tak cukup lagi untuk aku mencicipi kesenangan yang ditawarkan kota perantauan, tapi hakekatnya kebahagian tak terhingga, jika aku bisa melihat senyum bahagia ibu dan adiku, jika bisa tinggal dirumah yang lebih kokoh dan sehat dan akhirnya itu bisa terwujud! ± tiga tahun pinjaman renovasi rumahpun lunas, rumah yang sudah mulai reot karena sebagian dindingnya masih dari bambu, diratakan dengan tanah dan dibangun rumah mungil baru berdinding tembok yang kuat, lengkap dengan dapur, toilet dan kamar mandi, terima kasih paklik engkau telah membantu impian kami terwujud, paling tidak rumah ini dilambangkan sebagai monumen hasil jerih payah dan keringat kami, diperantauan.
Tahun 1996, masih di perusahaan yang sama, sayapun di mutasi ke plant baru di daerah cikupa, tahun 1998 di mutasi kembali ke kantor pusat di daerah roxy mas Jakarta pusat, saat kerusuhan mei 1998 kejatah sempat piket jaga kantor
JANGAN PERNAH TAKUT BERMIMPI KAWAN ......PIJARKAN KEMAUAN, UKIRLAH KEMAMPUAN, RAIHLAH KESEMPATAN ... TITEL / PENDIDIKAN MEMBUKA BEBERAPA PINTU HARAPAN, TINDAKAN TERBAIK ANDA MEMBUKA LEBIH BANYAK PINTU HARAPAN.
selama SMA dan setelah lulus, aku pernah disinggahi sebuah kejadian, hampir saban harinya aku digoda, seorang tante muda nan cantik, yang sebetulnya kalau ditelusuri yach masih saudara tapi saudara jauh sech, bayangin (monggo pakai imajinasinya),tenang nda saru koq .... dilanjut sesuk neh ah...tak ngeloni bantal si nguantuke, ora mekakat angop wis ping telu, digawa turu mesti angler, tapi tanggung tak terusna nulis, jadi dulu kalau ibu ada di warung (kebetulan warungnya rada2 jauh dari rumah), sementara bapak dagang di kota cilacap, jadilah aku sendirian di rumah, rebahan sambil dengerin musik dari radio butut sing kadang suaranya kemresek kayak kehabisan setrum, ah sing penting khan lagunya bisa bikin enjoy, lagi asyik-asyiknya mau merem ketiduran, kret..kret lha koq ada suara pintu reyotku kebuka, rasanya kalau kucing yang masuk nda, bakalan soalnya pintu rumahku seret ndak pernah diminyakin eh. Eh teu-teu ma'jendudul (nongol,red) sosok wanita dengan rambutnya yang panjang, kulit putih bersih, cantik, kuusap mataku berulang takute kuntilanak nongol siang hari, tak cubit tanganku terasa sakit wah betul..betul..betul aku ndak mimpi rupanya, wanita penggoda itu kembali hadir disampingku, singkat cerita aku berhasil lolos dari perangkap dan godaannya.
Jangan salah paham hal diatas diceritakan disini bukan untuk maksud seronok, tapi kejadian diatas adalah sebagian kecil sebab untuk aku segera merantau, selain faktor-faktor lain yang tentunya akan kami ceritakan di kisah selanjutnya.
bersambung ...................
Tidak ada komentar:
Posting Komentar