" Aku bukan pernah menjadi siapa, melainkan akan menjadi apa " (Lauren bacall)
Sekitar sebulan lalu aku iseng memberikan satu pertanyaan pada atasanku yang kebetulan sekitar 1 1/2 tahun lagi akan dijemput usia pensiun, pertanyaan itu sederhana " Pak kira-kira apa yang akan dilakukan Bapak setelah pensiun nanti" aku utarakan itu dengan nada sedikit gamang atau lebih tepat takut dianggap kurang ajar, tak kalah mengejutkan adalah ungkapan jawaban dari beliau yang mengatakan " saya akan minta tolong dicarikan kerjaan di tempat lain, sama pak ...... agar bisa bekerja di perusahaan lagi"
Memang tak ada yang salah dengan jawaban beliau, tapi ada satu pelajaran yang mestinya bisa aku raih dari jawaban yang diberikan tadi, akankah setelah sekian lama bahkan separuh masa hidup kita telah dicurahkan untuk mencari nafkah di perusahaan yang bisa dibilang berarti selama itu pula kita berada dalam bayang-bayang atasan, tidak bisa leluasa menolak apa yang jadi titah bos kita, akankah drama ini akan terus dilanjutkan setelah kita pensiun?, bukankah lebih bermartabat jika kelak jikalau kita pensiun, kita bisa merdeka, menentukan nasib sendiri, tanpa terus menunggu cucuran takaran gaji yang diberikan bos.
Selama kita bekerja di perusahaan, maka selama itu pula sesungguhnya kita tidak akan pernah aman dari ancaman PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) tak perduli karena alasan apapun yang akhirnya menimbulkan terjadinya PHK, bisa karena alasan efisiensi yang dilakukan perusahaan sehingga diperlukan pengurangan karyawan, tiba-tiba terjadi kebakaran sehingga menyebabkan sebuah pabrik bisa ludes dalam sekejap, pailit perusahaan, dikeluarkan perusahaan karena dianggap sudah tidak sejalan dengan nafas perusahaan dll, yang jelas tidak ada yang tahu persis seberapa lama kita akan dipertahankan keberadaanya di perusahaan, tapi yang lebih penting dari semuanya adalah sudah siapkah kita jika terjadi PHK? bekal apa yang telah kita persiapkan untuk menghadapi itu?
" Keberuntungan adalah bertemunya persiapan dengan kesempatan", Dewi fortuna enggan mengetuk pintu orang-orang yang malas untuk berbenah, kalau bisa bekerja sambil berwiraswasta kenapa tidak?
Jawabannya diserahkan sepenuhnya pada diri kita masing-masing tergantung dari proses dan bekal apa yang selama ini kita ambil, adakah persiapan untuk menghadapinya atau adakah pembiaran terhadap situasi ini membiarkan diri kita tetap dalam posisi yang lemah, berpijak dalam pijakan yang rapuh, menyerahkan sepenuhnya kemerdekaan ekonomi kita pada sesuatu yang akan diberikan perusahaan tanpa kita bisa mengelak dan memperjuangkannya lebih jauh.
Tak ada kata terlambat untuk segera memulai, tingkatkanlah kompetensi dan kekuatan diri kita disegala bidang, bolehlah tiga tahun lalu ketika kita dihadapkan pada satu pertanyaan siapkah Anda di PHK? saat itu dengan mulut bergetar tanpa dibekingi kekuatan paling hanya berucap, tidak aku belum siap, jika pertanyaan itu terulang 2 tahun lagi ke depan dan masih mendapati jawaban yang sama, berarti kita tidak terlecut oleh keadaan selama ini.
Jangan pernah berhenti berproses, sebisa mungkin ciptakan situasi tatkala kita di PHK sekalipun, kepala kita tetap tegak, karena kita yakin ada pintu-pintu lain yang siap menyambut dan memerdekakan kita
Terlebih untuk diriku yang selama ini bergelut di dunia serikat pekerja, yang karena amanat Undang-Undang harus memposisikan diri untuk ikut mengawasi hubungan kerja yang menjamin tidak adanya pelanggaran atas hak-hak pekerja, justru posisi inilah yang biasanya dijadikan sasaran tembak pengusaha untuk bila perlu mengenyahkan segera kehadiranku ( ini mestinya hanya terjadi pada perusahaan yang tidak siap untuk berdemokrasi dan memandang pekerjanya yang kritis hanya dilihat sebagai ancaman)
Mari kita simak kisah berikut yang diambil dari buku "Chiken soup for the soul"
"Berkah di tengah badai"
Selama berminggu-minggu aku sangat takut menghadapi hari jum'at di The Chicago Tribune, hari jumat adalah hari ketika karyawan mendapatkan tepukan dibahu atau ditelepon ke rumah dan dikabari bahwa dia diberhentikan dari pekerjaanya, Perusahaan sedang menjalani proses "perampingan tenaga kerja" agar dapat bertahan hidup. sejauh ini hampir delapan puluh orang di ruang berita telah diberhentikan.
Perasaan takut saat bekerja sambil membayangkan ancaman PHK membuat semua karyawan gelisah ( ini bisa tak berlaku bagi karyawan yang sudah mempersiapkan diri sejak awal misal dengan adanya pekerjaan kedua / sampingan atau yang mempunyai titel kesarjanaan dengan sarat pengalaman )
Lalu, hal itupun terjadi, bahuku ditepuk, Hari itu jum'at 15 Agusuts salah seorang editor penngelola menemuiku ketika aku tengah menyunting cerita untuk di muat di web, dia berkata " Emeri, punya waktu sebentar?" seketika pikirannya menjadi tak karuan, " selama ini aku merasa bahagia dengan pekerjaanku, menyukai rekan-rekan kerjaku, hm..m sekarang semuanya akan berakhir" pihak perusahaan bisa saja tak peduli kalau aku selalu tiba dikantor satu jam lebih awal, juga tidak peduli bagaimana aku mendedikasikan diri dengan bekerja keras untuk menaiki jenjang karir, pada akhirnya aku hanya menerima sebuah amplop bertuliskan namaku, aku di PHK tanpa basa-basi dan alasan yang jelas, hari itu aku tak menyelesaikan waktu kerjaku, dengan cepat kuucapkan selamat tinggal, mematikan komputer, lalu pergi, ibuku selalu mengajariku untuk tidak membiarkan siapapun melihatku menangis, aku mengobrol dan berpamitan sebentar dengan rekan kerjaku, tapi ketika aku masuk dan berada dalam taksi, aku kembali jadi manusia biasa yang bisa menangis.
Kukabari ibuku bahwa mimpi burukku kemarin malam mengenai kehilangan pekerjaan sekarang menjadi kenyataan, ibuku menghiburku dengan mengatakan bahwa Tuhan telah mengantarkanku meniti karir sejauh ini dan pasti tidak akan menelantarkanku dan bahwa semua kejadian pasti bukan tanpa alasan.
Aku tiba dirumah pukul 10.50, dengan perlahan kutarik map biru dan kususun setiap bundel di lantai dengan rapi.
Banyak sekali berkas yang harus dipilah-pilah, namum aku belum sanggup memusatkan pikiran untuk menanganinya, kutarik napas dalam-dalam, berdoa secara kilat dan menyadari meskipun posisiku ditiadakan, aku sendiri masih eksis, aku punya dua gelar akademis dan pernah menjadi asisten profesor di Columbia College. dulu sasaran akhirku adalah beralih dari pekerjaan jurnalistik ke pekerjaan akademis, hanya saja aku tidak mengira bahwa perubahan datang begitu cepat.
E-mail singkat yang kukirimkan kepada penyeliaku di perguruan tinggi menjadi berkah dalam badai di hari jum'at yang kelabu itu, aku mengirim e-mail bukan untuk meminta pekerjaan tetapi hanya mengabarkan situasiku yang terkini, dia memberiku tambahan kelas mengajar, kurasa sungguh benar bahwa ketika Tuhan menutup satu pintu, dia akan membuka jendela, pada hari jum'at pukul 10.15 "posisiku ditiadakan" pada hari jum'at pukul 17.30, posisiku yang lain justru berkembang.
Pada hari sabtu pagi, aku menuliskan pengalamanku untuk dimuat di blog para jurnalis, pada hari minggu aku di hubungi oleh microsoft untuk mengisi lowongan posisi editor di MSN.com aku terbang ke Redmond dengan penuh keyakinan dan mendapatkan pekerjaan itu.Tuhan mengembalikanku ke jalur yang benar untuk mencapai sasaranku, Aku menangis lagi, kali ini bukan karena dikalahkan, tetapi karena aku bisa bangkit kembali sebagai sosok baru.
Dikisahkan oleh: Emeri B.Obrien
1 komentar:
permianan games sabung ayam online terpercaya
Taruhan S128 - SV388
Yuk Gabung Bersama Kami Raih Kemenangan Anda Sekarang Juga 100% Tanpa Bot
Untuk Info, Bisa Hubungi Customer Service Kami ( SIAP MELAYANI 24 JAM ) :
Telegram : +62812-2222-995 / https://t.me/bolavita
Wechat : Bolavita
WA : +62812-2222-995
Line : cs_bolavita
Posting Komentar