1. KETEMU ULAR BESAR DIATAS POHON KELAPA.
Saat masih remaja, kebetulan aku agak trampil panjat memanjat pohon, jadi kalau pas main di kebun saat kita pada haus, akulah yang ditunjuk naik pohon kelapa tuk ambil kelapa muda, khan enak tuh panas-panas, badan lagi cape dan haus paling sadap ya minum kelapa muda, suatu hari dengan penuh semangat aku naik pohon kelapa yang cukup tinggi, ketika sampai atas dan siap memetik kelapa muda, aku dikagetkan dengan adanya ular, tak tanggung-tanggung ular itu sedemikian besar, yah ukurannya sebesar paha anak kecil usia 7 tahunan, dengan posisi melilit di sela-sela pelepah pohon kelapa, melihat kehadiranku ular itu rupanya kaget, kepalanya didongakan, spontan saja aku tak pikir panjang, aku langsung meluncur turun, tak perduli dengan dada yang pada lecet, karena bergesekan dengan batang pohonnya, satu yang aku pikirkan saat itu yang penting aku terhindar dari patukannya dan bisa turun sampai tanah.
Begitu sampai pada posisi tengah pohon kelapa, satu bayangan hitam dan panjang ikut meluncur turun melayang diudara, he..he rupanya ular besar itu sama kagetnya, hingga diapun meluncur turun... buk.. satu suara seperti benda besar terdengar rupanya sumber suara itu berasal dari tubuh ular yang berbenturan dengan tanah, waktunya hampir bersamaan dengan aku menjejakan kakiku di tanah, sontak teman-temanku yang berada dibawah berteriak ..awas ular!, saking gemesnya, tadinya aku hampir berniat membunuh ular itu dengan cara melemparkan batu kearahnya, kebetulan karena saking besarnya ular itu dia tidak bisa berjalan cepat, disusul suara temanku yang punya kebun ikut berteriak mencegahku untuk tidak melempar ular itu, jangan..jangan kau lempar ular itu! Dia penunggu kebun ini, antara percaya dan tidak dengan apa yang diteriakan temanku yang jelas akupun ndak serius mau membunuhnya, yah ada-ada saja ular koq bisa buat jaga kebun, Ular apa satpam tuh.....sial dadaku lecet semua, tapi tetap saja aku bersyukur saat itu tidak sampai terpelanting, jatuh dari pohon yang cukup tinggi.
2. MENYEBRANG SUNGAI BANJIR
Pengalaman ini terjadi kurang lebih ketika aku masih duduk dibangku SMP kelas 3, seperti biasa anak-anak didesaku hampir setiap sore, selalu bermain bola dilapangan, dimana posisi lapangannya sendiri tidak begitu jauh dari pinggir sungai, jadi setiap kali kami mau main bola pasti melewati sungai itu untuk berangkat dan pulangnya, ketika asyik bermain bola, tanpa permisi hujan turun dengan derasnya, bukannya kita menghentikan permainan bola, justru kami semakin semangat bermain bola, ditengah guyuran hujan deras, lumayan paling tidak jadi ndak terasa haus dan bisa saling menjatuhkan lawan, dengan cara sliding tackle atau merebut bola dengan cara meluncur menjatuhkan diri untuk mengambil bola dari kaki lawan, lebih bagus lawan juga sampai jatuh karenanya.
Saat permainan mau usai, sebetulnya aku dan teman-teman mulai merasakan kecemasan, yah kalau hujan tidak segera reda, sungai ini pasti bakal banjir besar, benar saja tak lama kemudian air sungai yang tadinya jernih, sedikit demi sedikit mulai keruh, sampah-sampah dari daun-daun dan batang pohon mulai bermunculan dari arah hulu sungai, air sungai yang tadinya dingin berubah mulai agak hangat, wah sudah dapat dipastikan jika tanda-tanda ini mulai ada, pasti banjir segera tiba, aku dan teman-temanpun menunggu saat-saat unik ini, ya saat dimana ujung banjir dengan gulungannya yang khas dan deras meluncur dari hulu ke hilir tentu saja dibarengi suara gemuruhnya, benar saja beberapa saat kemudian banjirpun datang, kami yang berada dipinggir sungai, segera menjauh, karena sungai semakin meluap bertambah dalam dan lebar, gulungan arusnya semakin deras, airnyapun semakin kuning dan keruh membawa muatan tanah yang berasal dari pegunungan di hulu yang semakin gundul, tadinya cuma sampah-sampah kecil , daun atau ranting yang terbawa arus, lama-lama, batang-batang pohon besarpun ikut terseret arus sungai yang begitu kuatnya.
Hari semakin mendekati maghrib, tentu saja kami harus segera pulang, beberapa teman sudah pulang duluan lewat jalan jembatan jaraknya tentu saja semakin jauh, karena biasanya kami pulang lewat jalan pintas, yakni dengan cara menyebrangi sungai itu, tinggalah kita berempat, dasar bocah-bocah bandel, kami berempatpun mengadakan uji keberanian siapa diantara kita yang berani menyebrangi sungai yang sedang banjir besar ini, silahkan mengacungkan tangan, hasilnya dua orang mengacungkan tangan satu diantaranya adalah aku, sedang dua yang lain menyatakan tidak sanggup sambil sedikit mengeluarkan umpatan dua orang yang menolak tantangan itu berujar, “ gila apa kalian mau setor nyawa yah, banjir sebesar ini mau kau sebrangi! Mendingan kita muter lewat jembatan saja, dah sana pokonya kalau ada apa-apa kami ndak ikut tanggung jawab!”, mendengar umpatan itu, sejujurnya aku sedikit mulai ragu, tapi karena aku sudah menyatakan sanggup, pantang bagiku untuk mundur, ya aku harus menggantikan keraguan dengan keyakinan dan doa, aku pasti bisa, akhirnya aku berjalan kearah hulu, supaya aku selamat, satu-satunya cara aku harus mampu bertahan menahan hantaman arus sungai dan berusaha untuk tidak tenggelam ditelan kedalaman sungai, aku coba atur strategi gimana caranya bisa sampai bibir sungai disebrang sana, yah aku harus mampu menggapai akar pohon yang berada dipinggir sungai sebrang sana, caranya adalah dengan mengatur jarak dengan cara melakukan start dari arah hulu, sehingga kalaupun terbawa arus sambil berusaha berenang jaraknya dipastikan cukup untuk menggapai akar pohon itu, jika itu gagal nyawalah taruhannya, apalagi sekitar 100 meter arah hilir dari sungai itu, ada jembatan yang dibawahnya memiliki kecuraman, siapapun yang melewati arus sungai yang sedang banjir dibawah jembatan itu rasanya kecil kemungkinan untuk selamat!
Diawali berdoa sedikit demi sedikit aku semakin ketengah, dari air sebatas lutut hingga kaki ini tak bisa menjejakan tanah, pertanda kedalaman sungai sudah diatas 1 ½ mtr, akupun mulai meluncur, berenang sekuat tenaga, hantaman arus sedemikian kuat, hingga kadang membuat dada ini terasa sesak, pandangan mata kadang perih dan terhalang ombak sungai, badanpun kadang berbenturan dengan batang-batang pohon yang hanyut, ya Tuhan dengan kuasaMU aku yakin sungai sederas ini bisa aku taklukan, rasa cape mulai menjalar, sedikit demi sedikit aku mulai mendekati posisi akar yang berjuntai dipinggir sungai itu.
Kembali aku berdoa Ya Tuhan berikan kekuatan pada hamba agar hamba bisa menggapai akar itu, jika hamba gagal niscaya hamba akan semakin tak berdaya tergulung arus sungai ini, selamatkan hamba Ya Tuhan, alkhamdulillah akhirnya aku berhasil menggapai ujung akar itu, itupun hampir lepas karena licin, dengan sisa-sisa tenaga aku merangkak naik ke daratan, sejenak setelah sampai didarat aku rebahan sebentar, sebelum pulang aku baru sadar aku telah melakukan hal yang gila dan menakutkan, betul rupanya dengan keyakinan yang dalam, diiringi strategi dan tentu saja do’a, hal yang tak mungkin pasti bisa terjadi, begitupun tatkala kita mmenghadapi tantangan hidup, jangan jadikan rintangan itu sebagai penghalang dan beban tapi jadikan ia sebagai tanggung jawab yang menyenangkan belajarlah untuk senantiasa bersyukur bahkan pada saat kita berada diposisi yang kata orang sempit ataupun sulit, karena kepedihan, kegagalan, kesedihanpun menuturkan nasihat dan mendewasakan langkah kita kedepan, jadikan kondisi itu justru sebagai pondasi untuk kita bangkit.
akupun semakin senang satu temanku yang menerima tantangan inipun, rupanya sampai keseberang dengan selamat.
3. GARA-GARA PERUT LAPAR TAK PUNYA UANG NEKAT MAKAN BUBUR TANPA BAYAR
John maxwell: “Sama seperti setiap orang saya pernah melakukan hal-hal bodoh, menghina orang dengan ucapan saya dan menyakiti perasaan orang lain, namun saya selalu berusaha memperbaiki keterampilan berhubungan dengan orang lain dan menerapkan strategi yang bijak dalam menghadapi hidup”
Tahun 2000 silam, saat aku mengalami transisi ( bahasa tenarnya “nganggur”) setelah memutuskan berhenti dari sebuah perusahaan, yang aku rasakan memang saat itu atasanku, kurang bisa memberikan ruang untuk aku belajar menuju arah yang lebih baik, bahkan untuk sekedar mencoba memegang komputerpun tak diberikan kesempatan untuk itu, akhirnya aku mendarat di kota bekasi.
Ttinggal bersama saudaraku yang masih ngontrak, sebelum mendapatkan pekerjaan baru, apapun aku lakukan, jualan asongan di perempatan MM, ikut bantu nungguin warung gerobak dilampu merah pasar kranji, ngenekin mikrolet jurusan cililitan-kranji (M19), belajar nyetir mobil, kadang setiap sabtu coba beli koran, tuk cari lowongan, suatu hari saat aku dikontrakan, saudaraku sudah pergi kerja, kebetulan aku lagi ndak pegang uang, karena hasil sedikit uang kemarin aku gunakan buat ngirim ibu, celakanya semakin siang perut semakin lapar, tidak sarapan masih bisa aku tahan, saat waktu memasuki waktu makan siang, tumben-tumbennya perut terasa sakit, mata mulai sedikit kunang-kunang, dengan jalan yang sedikit bergontai karena lemas, aku berjalan keperempatan, saking kalutnya akhirnya aku putuskan masuk ke warung bubur kuningan, dengan sedikit ragu aku pesan, bubur satu mangkuk, dengan agak gemetar aku lahap sendok demi sendok bubur itu walau dengan tangan yang mulai bergetar, karena menahan lapar, sekaligus panik memikirkan, bagaimana kalau bubur ini sudah habis, sementara aku tak memegang uang sepeserpun, kalau aku jujur pada pedagang itu, aku takut diteriaki maling, pasti bisa-bisa aku habis digebuki, tak butuh waktu lama, buburpun habis dilahap, tapi aku sudah ambil satu keputusan, sambil berdoa dalam hati, “Ya Alloh hambaMU ini terpaksa dan menyesal melakukan satu dosa yakni berniat lari dan tak membayar bubur ini, semoga suatu saat engkau akan merubah nasib hamba, agar tidak terus seperti ini, duhai tukang warung bukalah kelapangan dadamu untuk memaafkan tindakan aku ini.
Ya Alloh berikanlah rizqi yang cukup untuk tukang warung ini, suatu saat aku akan kembali untuk membayar semua ini, amiin..”, sambil melihat waktu yang tepat, ya tatkala tukang warung itu kebelakang untuk mengambil mangkok, akupun menyelinap keluar dan lari sekencangnya, singkat cerita sekitar dua tahun kemudian, aku kembali ke bekasi dan memenuhi janjiku untuk membayar bubur yang telah aku curi, “ Mang ini saya mau kasih uang ini”, tukang warungpun menjawab,” ini teh uang apa ey kamu khan nggak pesen apa-apa, heran saya mah” akupun menjawab “ ini uang hak akang, 2 tahun lalu saya pernah pesan bubur, tapi saat itu saya tak sanggup bayar, jadi waktu itu saya belum bayar bubur akang, sekalian saya mau minta maaf atas tindakan khilaf saya dulu, alkhamdulillah saat ini saya sedikit ada kemampuan, paling tidak kalau hanya sekedar membayar bubur satu atau dua magkuk mah masih bisa, ini kang terima aja duitnya, dulu saya sudah berjanji untuk membayar ini, saya sengaja datang jauh dari tangerang, berniat untuk menggugurkan janji ini”, “ ya udah kalau begitu ini uang akang terima, sekaligus akang terima permintaan maaf situ”, sambil menjabat tangan dia kembali, aku memeluknya dan mengucapkan terima kasih.
“Carilah duniamu seakan-akan kamu akan hidup selamanya, sebaliknya carilah akhiratmu seakan-akan kamu akan mati besok”
Bawalah bekal terbaik menuju akhiratmu, berusahalah untuk tidak menyakiti orang lain, justru hiasilah langkahmu dengan sesuatu yang bermanfaat untuk orang lain dan alam ini
Tuhan tidak suka dengan orang yang berpangku tangan dan berputus asa.
Masa kecil yang kadang nakal
By: Tri Wahyudi 220410,20:20
Suatu hari aku dan seorang temanku, iseng-iseng pengin nyicipin jambu tetangga yang kebetulan waktu itu pohonnya berbuah lebat dan terlihat ranum merona merah, hingga buat siapa saja yang melihatnya dibuat tergiur, hingga tatkala kami melewati pohon itu bisikan setan mulai menggoda kami berdua, seakan setan-setan itu berucap, “ Heh bocah siang-siang panas begini kayaknya cocok sekali kalau mulut kita dicekokin jambu itu, dijamin deh rasa haus kalian pasti hilang, muanis lagi”, entah siapa yang memulai kamipun segera menyiapkan perangkat untuk bisa mengambil jambu itu, kebetulan kita berdua pegang senjata tradisional yang biasa dipakai buat berburu burung, yakni ketapel, dengan penuh semangat kamipun segera memunguti kerikil-kerikil yang akan dijadikan peluru, setelah dirasa pelurunya cukup kamipun segera beraksi, syeet pelontar di ketapel ditarik, sasaran terutama jambu-jambu yang bergerombol kami bidik, dalam sekejap buk.buk, rupanya batu yang saya lontarkan tepat mengenai sasaran, disusul dengan suara bergedebugnya jambu-jambu jatuh ke tanah
Ha..ha.ha . berhasil kamipun segera memunguti jambu yang berserakan sambil asyik menikmatinya, beberapa kali kami berhasil menjatuhkan jambu hingga baju kami yang dijadikan kantong penampungan penuh, sayapun segera mengingatkan teman saya “wah hasil kita sudah banyak udahan yuk”, teman sayapun menjawab entar ah, sekali lagi nich tanggung, ya udah kamu aja sana yang nembak sasaran, dengan sigap temankupun segera menarik ketapel dibidikan keatas pohon jambu, syet batu meluncur deras dari ketapelnya, tapi aneh batu itu tidak menemui sasaran, sayapun ikut mendongak keatas, tatkala aku menundukan kepala sesaat kemudian duk, kepalaku terkena benturan yang cukup deras terkena batu yang tadi dilesatkan temanku keatas, sedetik kemudian kepalaku terasa pening, ketika kuusap bagian atas kepalaku aku kaget, rupanya darah sudah sudah bersimbah, kontan saja temanku minta maaf atas kejadian ini, jadilah jambu-jambu hasil curian kami tak bisa dinikmati lebih lanjut, sial...sial.
Selang satu minggu kemudian tatkala malam tiba rupanya aku masih penasaran dengan jambu-jambu itu, sudah kena pelet kali yah, malam itu sekitar jam 9 malam aku ditemani temanku, aku nekad naik pohon yang sebenarnya pohonnya itu besar dan tumbuh tinggi, sementara temanku bertugas sebagai pengawas dibawah, dengan cekatan aku raih jambu-jambu dan memasukannya dalam kain yang sudah disiapkan, hingga tak terasa rupanya aku naik semakin tinggi, hingga kode yang diberikan dari temanku bahwa ada orang yang mendekati tak aku dengar, aku baru tersadar ketika ada suara motor orang yang punya pohon jambu sudah berada dekat pohon, kebetulan pohonnya dekat rumah si empunya pohon jambu, karuan saja aku yang berada diatas pohon gemetaran, takut ketahuan, wah celaka kalau sampai aku melakukan gerakan, tentu aku bisa diketahui orang tersebut apalagi orangnya dikampung ini terkenal galak, jadilah aku memeluk pohon dengan erat, dasar sial semut-semut merah tidak mau kompromi, mereka terus menggigiti tubuhku, sekuat tenaga aku tahan rasa pedih dibadan, lebih baik digigit semut daripada ketangkep orang saat nyuri jambu, sekitar ½ jam aku bertahan diatas, hingga akhirnya orang yang punya pohon jambu, masuk kerumah, akupun segera meluncur kebawah dan lari dengan tergopoh-gopoh dari tempat itu, setelah sampai ditempat yang terang, betapa kagetnya aku, mendapati badanku sudak dipenuhi bentol-bentol merah dan beberapa diantaranya lecet-lecet, sementara jambu yang tadi dikantongi tinggal satu atau dua biji saja, karena pada jatuh saat aku lari terbirit-birit tadi, uh lagi-lagi sial, esok harinya, aku berpikir apa untungnya perbuatan yang aku lakukan, padahal tak perlu harus mencuripun asal bilang pasti dikasih koq lha wong dia masik paklikku koq, yah kala itu yang kita pikirkan, paling pengin bikin sensasi saja.
2 komentar:
Wihhh menarik semua nih ceritanya
he...he...he secuil pengalaman yg coba diabadikan dalam coretan pena, makasih
Posting Komentar