Ndak berasa waktu begitu cepat bergulir, kayaknya baru kemarin aku melewati fase-fase hidup, diawali dari brojolnya ( lahirnya ) diriku kedunia, masa pertumbuhan bayi, dari mulai cuma bisa nangis, nenen, maem disuapin, tidur dininaboboin, belajar berdiri, dititah supaya bisa berjalan, kemudian lanjut mulai sekolah SD ( jaman dulu masih jarang banget TK ) masuk SD aja mesti diukur kalau salah satu tangan kita disilangkan melewati atas kepala kita bisa menjangkau telinga disebelahnya, berarti kita layak masuk SD, di SD kita diajarin cara membaca, buat teman-teman yang setidaknya kelahiran 70-an mungkin masih ingat bacaan ejaan di buku SD yang berbunyi:
Ini Budi
Ini Ibu budi....dst
Atau ejaan yang berbunyi :
Tupai....
Ada tupai di pohon kelapa...
Tupai makan kelapa...dst.
Kemudian dilanjutkan dengan sekuat tenaga orang tua kita, memasukan kita ke SMP, SMA bahkan ke jenjang kuliah, kalaupun ada orang tua yang terpaksa tidak menyekolahkan anaknya, saya yakin keinginan mereka pasti ingin anaknya bisa sekolah, tapi karena kesulitan ekonomi terpaksa tidak menyekolahkannya, walau pasti ada kesedihan disana atas ketidakmampuan ini.
Prinsipnya sepanjang hidup kita, rupanya begitu lama kita telah merepotkan orang tua, sebesar dan sekuat apapun upaya kita untuk menebus dam membalas kebaikan mereka, tak akan pernah bisa impas atas ketulusan, do’a dan pengorbanan yang telah mereka berikan pada kita, UNTUK ITU BERLAKU SATU KATA UNTUK ORANG TUA KITA “ MULIAKANLAH MEREKA!!!”.
Tak sepantasnya kita terus menerus bergantung, merepotkan bahkan durhaka terhadap mereka, karena faktanya banyak kita jumpai masih ada seorang anak tidak hormat lagi terhadap orang tuanya, bahkan memperlakukannya seperti pembantu, terlebih kalau sudah pikun ada aja yang enggan mengurusnya, kalau perlu dititipkan di panti jompo, SUNGGUH TERLALU ......
Waktu memang berputar, rupanya kini aku sedang diajarkan menjadi orang tua, diberikan amanah seorang istri dan sementara baru satu orang anak, hmm.m baru aku merasakan betapa besar tanggung jawab orang tua, dibutuhkan kesabaran yang luar biasa dalam menghadapi tingkah polah anak, apa yang dirasakan orang tua kita dahulu, lambat laun kini aku rasakan pula he..he..rupanya benar emang ndak gampang ngurus anak, cape dwe..eeh.
Bahkan dalam ujian untuk menjadi orang tua yang bijak, kita mungkin pernah melakukan kesalahan, seperti apa yang aku alami semalam ( 29 September 2010 );
Putriku yang baru kelas 2 SD sedang mengerjakan PR matematika, yach seringnya sich dia didampingi oleh ibunya dalam belajar, kebetulan malam tadi aku berinisiatif untuk membantunya mengerjakan PR yang berjumlah 10 nomor, awalnya aku cukup sabar mengajarkan dengan pelan dan berulang bagaimana cara mengerjakan soal semacam ini, kemudian diulang oleh putriku untuk mengerjakannya sendiri, setelah diulang satu, dua dan tiga masih saja dia bingung belum bisa mengerjakannya, spontan aku menjadi marah, “ Soal gampang begini saja nggak bisa!! ini soal gampang loh! Dari tadi diulang belum juga bisa, makanya jangan kebanyakan main! Ayo terusin sampai bisa...bahkan saking gemesnya aku cubit pipinya, dibarengi suara yang cukup keras, sontak putriku tersedu dan menangis kemudian ngambek nggak mau nglanjutin belajarnya, ibunya yang mendengar nada ayahnya memarahi anaknya, langsung mbelain putrinya sambil bilang; udah belajarnya ama ibu saja nanti, baru ngajarin anaknya segitu saja sudah nggak sabar, bukannya bisa yang ada anaknya malah takut!.
Daripada jadi ribut aku nggak ngladenin omongan ibunya, lagipula aku menyadari aku salah, tak seharusnya aku berlaku demikian, aku kurang sabar, aku melihat soal matematika itu hanya sepihak dari kacamataku, yang tentu saja mudah karena pelajaran SD, mestinya aku melhat kemampuan anaku dan tetap sabar memberikan pengertian padanya, baru diuji demikian saja aku TELAH GAGAL.
Sesaat setelah itu dadaku terasa sesak, karena menahan penyesalan, pelan-pelan kudampingi dia kembali, dirayu dibelai sampai akhirnya mau belajar kembali, MAAFIN BAPAK NAK, WALAU APA YANG BAPAK LAKUKAN TAK LAIN KARENA PENGIN MELIHAT ANAKNYA BISA, BAPAK SADAR,TETAP SAJA APA YANG DILAKUKAN BAPAK TADI SALAH....NAK, MESTINYA TIDAK DENGAN EMOSI YANG BERLEBIH.
Sebagai kepala keluarga aku diberikan tanggung jawab untuk memberikan hal terbaik buat mereka,menjaga diri dan keluarga dari siksa api neraka kelak.
Hakikatnya tak ada orang tua yang ingin memupuskan harapan anaknya terutama dalam rangka menyongsong masa depannya kelak, dampingi dia, siram dengan kasih sayang yang tulus, berikan pendidikan agama yang kokoh, dorong dan nyalakan terus semangatnya, berikan tauladan yang baik dari diri kita, jadikan rumah kita sebagai universitas terbaik dalam hidupnya.
UNTUK PARA ORANG TUA, SEBISA MUNGKIN JANGAN PERNAH MEMBENTAK ANAK SECARA BERLEBIH, APALAGI BERLAKU KASAR PADANYA, SEKALI KITA MELAKUKANNYA MAKA SEPANJANG HIDUP BISA JADI PERISTIWA TERSEBUT TEREKAM DALAM MEMORYNYA DAN BERPOTENSI MENIMBULKAN SIKAP BURUK ATAU BAHKAN, HAL YANG MENIMPANYA DULU AKAN KEMBALI DILAKUKAN PADA ANAKNYA KELAK.
Ini Budi
Ini Ibu budi....dst
Atau ejaan yang berbunyi :
Tupai....
Ada tupai di pohon kelapa...
Tupai makan kelapa...dst.
Kemudian dilanjutkan dengan sekuat tenaga orang tua kita, memasukan kita ke SMP, SMA bahkan ke jenjang kuliah, kalaupun ada orang tua yang terpaksa tidak menyekolahkan anaknya, saya yakin keinginan mereka pasti ingin anaknya bisa sekolah, tapi karena kesulitan ekonomi terpaksa tidak menyekolahkannya, walau pasti ada kesedihan disana atas ketidakmampuan ini.
Prinsipnya sepanjang hidup kita, rupanya begitu lama kita telah merepotkan orang tua, sebesar dan sekuat apapun upaya kita untuk menebus dam membalas kebaikan mereka, tak akan pernah bisa impas atas ketulusan, do’a dan pengorbanan yang telah mereka berikan pada kita, UNTUK ITU BERLAKU SATU KATA UNTUK ORANG TUA KITA “ MULIAKANLAH MEREKA!!!”.
Tak sepantasnya kita terus menerus bergantung, merepotkan bahkan durhaka terhadap mereka, karena faktanya banyak kita jumpai masih ada seorang anak tidak hormat lagi terhadap orang tuanya, bahkan memperlakukannya seperti pembantu, terlebih kalau sudah pikun ada aja yang enggan mengurusnya, kalau perlu dititipkan di panti jompo, SUNGGUH TERLALU ......
Waktu memang berputar, rupanya kini aku sedang diajarkan menjadi orang tua, diberikan amanah seorang istri dan sementara baru satu orang anak, hmm.m baru aku merasakan betapa besar tanggung jawab orang tua, dibutuhkan kesabaran yang luar biasa dalam menghadapi tingkah polah anak, apa yang dirasakan orang tua kita dahulu, lambat laun kini aku rasakan pula he..he..rupanya benar emang ndak gampang ngurus anak, cape dwe..eeh.
Bahkan dalam ujian untuk menjadi orang tua yang bijak, kita mungkin pernah melakukan kesalahan, seperti apa yang aku alami semalam ( 29 September 2010 );
Putriku yang baru kelas 2 SD sedang mengerjakan PR matematika, yach seringnya sich dia didampingi oleh ibunya dalam belajar, kebetulan malam tadi aku berinisiatif untuk membantunya mengerjakan PR yang berjumlah 10 nomor, awalnya aku cukup sabar mengajarkan dengan pelan dan berulang bagaimana cara mengerjakan soal semacam ini, kemudian diulang oleh putriku untuk mengerjakannya sendiri, setelah diulang satu, dua dan tiga masih saja dia bingung belum bisa mengerjakannya, spontan aku menjadi marah, “ Soal gampang begini saja nggak bisa!! ini soal gampang loh! Dari tadi diulang belum juga bisa, makanya jangan kebanyakan main! Ayo terusin sampai bisa...bahkan saking gemesnya aku cubit pipinya, dibarengi suara yang cukup keras, sontak putriku tersedu dan menangis kemudian ngambek nggak mau nglanjutin belajarnya, ibunya yang mendengar nada ayahnya memarahi anaknya, langsung mbelain putrinya sambil bilang; udah belajarnya ama ibu saja nanti, baru ngajarin anaknya segitu saja sudah nggak sabar, bukannya bisa yang ada anaknya malah takut!.
Daripada jadi ribut aku nggak ngladenin omongan ibunya, lagipula aku menyadari aku salah, tak seharusnya aku berlaku demikian, aku kurang sabar, aku melihat soal matematika itu hanya sepihak dari kacamataku, yang tentu saja mudah karena pelajaran SD, mestinya aku melhat kemampuan anaku dan tetap sabar memberikan pengertian padanya, baru diuji demikian saja aku TELAH GAGAL.
Sesaat setelah itu dadaku terasa sesak, karena menahan penyesalan, pelan-pelan kudampingi dia kembali, dirayu dibelai sampai akhirnya mau belajar kembali, MAAFIN BAPAK NAK, WALAU APA YANG BAPAK LAKUKAN TAK LAIN KARENA PENGIN MELIHAT ANAKNYA BISA, BAPAK SADAR,TETAP SAJA APA YANG DILAKUKAN BAPAK TADI SALAH....NAK, MESTINYA TIDAK DENGAN EMOSI YANG BERLEBIH.
Sebagai kepala keluarga aku diberikan tanggung jawab untuk memberikan hal terbaik buat mereka,menjaga diri dan keluarga dari siksa api neraka kelak.
Hakikatnya tak ada orang tua yang ingin memupuskan harapan anaknya terutama dalam rangka menyongsong masa depannya kelak, dampingi dia, siram dengan kasih sayang yang tulus, berikan pendidikan agama yang kokoh, dorong dan nyalakan terus semangatnya, berikan tauladan yang baik dari diri kita, jadikan rumah kita sebagai universitas terbaik dalam hidupnya.
UNTUK PARA ORANG TUA, SEBISA MUNGKIN JANGAN PERNAH MEMBENTAK ANAK SECARA BERLEBIH, APALAGI BERLAKU KASAR PADANYA, SEKALI KITA MELAKUKANNYA MAKA SEPANJANG HIDUP BISA JADI PERISTIWA TERSEBUT TEREKAM DALAM MEMORYNYA DAN BERPOTENSI MENIMBULKAN SIKAP BURUK ATAU BAHKAN, HAL YANG MENIMPANYA DULU AKAN KEMBALI DILAKUKAN PADA ANAKNYA KELAK.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar