Rabu, 18 Mei 2022

Sebuah kampung dengan kultur yang aneh

Amir adalah seorang eks perantauan, yang lumayan sudah malang melintang di Tangerang, Jakarta, Depok, Bekasi, jadi lumayan cukup kenyang memetik pengalaman pedih perih susah senangnya merantau, tinggal dikota metropolitan yang gencar di cap kejam ataupun keras ada benarnya tapi ada juga salahnya, faktanya dibalik kerasnya ibukota, selama Amir tinggal di kontrakan sampai pernah mencicipi jadi penghuni sebuah Perumahan yang cukup elit, kehidupan bertetangga, kegiatan kemasyrakatan di lingkup kontrakan maupun di perumahan malah berkesan guyup, strata sosial tidak jadi penghalang untuk kita berbaur, kalau ada kegiatan kerja bakti RT hampir seluruh insan warga nimbrung dan andil dalam tugas kerjabakti, kala rehat kami duduk sama rendah berdiri sama tinggi, walau diantara kami berbeda-beda latar belakang dan strata jabatan dari latar pekerjaan masing-masing, ada yang jadi manager di Perusahaan farmasi, ada yang kalangan TNI dan polri, ada yang jadi staf atau karyawan dari perusahaan swasta besar ataupun BUMN, ada yang berwiraswasta sukses yang mempunyai CV atau badan usaha, kalau Amir nggak usah ditanya ha..ha diamah buruh pabrik biasa, kami biasa ngobrol dan bersendagurau bersama, senyum-senyum tertawa lepas, kalau ada kegatan keagamaan, maupun olahraga acara tersebut didukung bareng-bareng, ada warga yang sakit bergantian kita jenguk, jadi anggapan ibukota kejam bisa terpatahkan dengan adanya fakta kebersaman dari sesama penghuni perantauan dari berbagai latar belakang suku berbaur dengan pribumi.