Minggu, 04 Juli 2010

SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL KAPAN ENGKAU BERGULIR ?



Dalam acara musyawarah antara PUK dan DPC SP KEP SPSI, di kantor DPC SPSI Kab. Tangerang, permasalahan mengenai Jaminan sosial nasional begitu serius dibahas.

Acara yang diawali dengan arahan dari Ketua DPC SP KEP SPSI; Bapak Subiyanto. dalam kesempatan itu beliau menyampaikan beberapa hal antara lain:

1.Bahwa saat ini Serikat Pekerja sedang aktif menuntut diterapkannya sistem jaminan sosial nasional untuk semua lapisan masyarakat sesuai dengan UU No.40 tahun 2004 ( mengenai sistem jaminan sosial nasional ).


Dimana hingga detik ini amanat UU ini belum sepenuhnya dilaksanakan oleh pemerintah, jangankan mengeluarkan peraturan pelaksanaanya, membicarakan hal ini saja sepertinya pemerintah kehilangan gairah, entahlah rasanya kalau membicarakan sesuatu yang justru sebenarnya berefek langsung terhadap rakyat khususnya kaum pekerja rasanya kok sulit sekali, tapi kalau membicarakan sesuatu yang sekirannya berkaitan dengan kepentingan pengusaha atau kaum feodal, reaksi pemerintah terkesan lebih serius dan berambisi, atau keadaan ini memang disengaja, agar kepentingan para investor lebih leluasa mengambil keuntungannya, bukankah jikalau seluruh masyarakat sudah mendapatkan jaminan sosial, seperti; jaminan pensiun untuk semua pekerja formal ( saat ini pemerintah hanya menjamin bagi pensiunan, PNS, TNI/Polri, padahal jumlah mereka paling banter hanya 5 % dari keseluruhan penduduk indonesia, jaminan pemeliharaan kesehatan seumur hidup untuk semua warga negara, jaminan hari tua, maka penduduk indonesia akan semakin mandiri dan tentunya pada akhirnya akan mengurangi ketergantungan kita pada campur tangan luar negeri, kondisi inilah yang dikhawatirkan mereka.

Melalui KAJS ( Komite Aksi Jaminan Sosial ) yang terdiri dari, 58 elemen; Serikat Pekerja/buruh, Mahasiswa, LSM dan masyrakat sipil, dimana tiga diantarannya adalah perwakilan dari SPSI, seperti bapak R.Abdulah (Wakil ketua umum SP KEP SPSI dan Ketua konfederasi SPSI Bekasi), ada beberapa langkah yang sudah dan akan dilaksanankan oleh KAJS antara lain :

Melakukan langkah hukum yakni dengan menggugat eksekutif yang dianggap lalai melaksanakan amanat Undang-Undang, tanggal 05 Juli besok mulai disidangkan

Melakukan pendekatan dengan Perwakilan DPR agar ikut mendorong perjuangan yang mulia ini.

Berdialog dengan MUI ( Majelis Ulama Indonesia ), bahkan mendorong MUI untuk mengeluarkan fatwanya, karena perjuangan ini membawa kemashalahatan umat, adalah tanggung jawab pemerintah selaku pelaksana kekuasaan untuk mensejahterakan rakyatnya antara lain melalui Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Seperti dimuat di koran kompas kemarin, mengenai hasil pertemuan KAJS dengan MUI yang diadakan tanggal 29 Juni 2010, hadir dari KAJIS antara lain: R Abdulah ( Ketua Konfederasi SPSI kab bekasi), Said iqbal ( Sekjend KAJIS), Indra Munawar ( Aktivis koalisi serikat buruh Non-Konfederasi , Indra Munaswar (KOBAR), Timbul Siregar ( Sekjend OPSI ), hadir dari MUI: KH Kholil Ridwan, KH Ma’aruf Amin. HJ Tuti Alawiyah, KH Umar Shihab dan KH Amirullah Ahmad, dalam pertemuan dijelaskan alasan agar UU Nomor 40/2004 harus segera dijalankan, pelaksanaan SJSN bisa bertahap, menurut Iqba dengan adanya SJSN nantinya dapat meningkatkan produktivitas dan menghapus diskriminasi perlindungan masyarakat dari pemerintah. MUI berjanji akan mempelajari alasn pemerintah mengapa UU ini belum dilaksanankan padahal masalah jaminan sosial adalah masalah esensial, “ dalam konsep islam, ada tanggung jawab sosial atau kemasyrakatan yang menjadi tanggung jawab pemerintah kalau pemerintah tidak sanggup, masyrakatpun bisa terlibat, Fatwa bisa saja dibuat tetapi harus ada pihak yang meminta” demikian ujar Ma’aruf, Said menegaskan, KAJS segera membuat surat kepada MUI dimana dalam surat tersebut KAJIS meminta secepatnya MUI mengeluarkan fatwa, yang menyatakan pemerintah, wajib menyediakan jaminan sosial untuk melindungi rakyat tanpa diskriminasi.

Serikat pekerja mencanangkan bahwa tahun ini sebagai tahun perjuangan Jaminan Sosial.

2.Dalam kesempatan itu Bapak Subiyanto juga, membagikan pengalamannya saat beliau diundang, oleh JILAC ( Lembaga Pekerja Jepang )bersama perwakilan lima negara lain diantaranya dari Hongkong, Laos, Philipina...

Serikat pekerja dijepang bisa dikatakan kuat dalam segala hal, di jepang sendiri secara umum Serikat pekerjanya terbagi dalam dua kutub yakni; yang pro sosialis-komunis dan pro sosial ekonomi.
Kekuatan serikat pekerja disana bisa dilihat dari berbagai hal antara lain :

Kalangan serikat pekerja mempunyai dana abadi, bahkan dananya terakhir ini mencapai 1,2 Milyar yen.

Mempunyai Bank Pekerja sendiri.

Mempunyai jaringan di pemerintahan dan negara-negara lain. Di pemerintahan keberadaan mereka sungguh-sungguh terwakili dengan duduknya enam wakilnya di kabinet.

Mempunyai usaha bisnis yang murni dikelola kalangan pekerja.

UMP disana rata-rata adalah 791 yen per jam atau sekitar 79 ribu rupiah per jam

Iuran anggota adalah 3,5 % daru UMP.

Begitu pekerja ditunjuk sebagai pengurus Serikat Pekerja mereka full time mengurus Serikat Pekerja bahkan Serikat pekerja ikut membayar upah yang bersangkutan dan apabila yang bersangkutan berhenti atau habis jabatannya maka dia akan mendapatkan jaminan untuk bisa kembali bekerja ditempat semula.

Dari kunjungan tersebut, tentunya memberikan pelajaran yang sangat berharga, bahwasanya Serikat Pekerja indonesia juga harus mampu tampil solid dan kuat dalam segala hal.

Penulis jadi ingat, sekitar dua bulan yang lalu, ditempat yang sama, Bapak Subiyanto dengan begitu lugas memaparkan, pentingnya kekuatan antara lain adalah kekuatan dana, kita tidak boleh hanya bergantung dari dana iuran, kita harus bisa memiliki usaha sendiri, misalnya dengan mendirikan Koperasi yang dimodali dari dana pembinaan yang ada.

Contoh di singapura ada perusahaan taxi yang dikelola oleh serikat pekerja.

3.Pembahasan inti pada pertemuan tersebut adalah pemantapan persiapan MUSCAB.

Sebagaimana diketahui bahwa kepengurusan DPC SP KEP SPSI kabupaten tangerang akan berakhir pada Juli 2010, semoga nanti pada MUSCAB yang akan diadakan tanggal 28 s/d 30 Juli 2010, bertempat di Wisma DPR –RI Griya Sabha, Jalan Raya Puncak Km 79, Cisarua Bogor, akan menghasilkan orang-orang yang memang kapabel dan konsisten memperjuangkan gerakan pekerja, pada kesempatan pertemuan kemarin dibahas antara lain; Anggaran biaya,daftar PUK dan jumlah hak suaranya, penjelasan singkat susunan acara.

Demikian sekelumit tulisan singkat ini kami buat, semoga ada manfaatnya ......

Berita terkait : klik disini

3 Mei 2011, penulis ikut bergabung, berpanas - panas ria bersama perwakilan PUK perusahaan, bergabung dengan seluruh perwakilan PUK se Jabotabek, berunjuk rasa di depan kawasan monas, berseberangan dengan istana negara, tuntutan utama adalah agar pemerintah segera melegalisasi BPJS ( Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ), karena sesuai dengan tuntutan Undang-Undang SJSN ( Sistem Jaminan Sosial Nasional ) yang telah di undangkan sejak 19 Oktober 2004, dimana dalam salah satu pasalnya telah meminta kepada pemerintah selaku pelaksana Undang - Undang untuk segera membentuk / mengundangkan BPJS selambat - lambatnya 5 tahun setelah UU SJSN di sahkan.

Dalam aksi tersebut sempat terjadi insiden yang terjadi langsung didepan penulis, betapa beringasnya aparat kepolisian berusaha merebut dan menguasai mobil komando, merebut mik bahkan sempat menangkap 2 teman kami dari Serikat Pekerja, untung kejadian tidak berlangsung lama, setelah masing - masing pihak menahan diri dan melakukan negoisasi, disusul orasi dari salah satu aktivis yang naik diatas mobil komando

" Bapak- bapak aparat kami ingatkan bahwasanya kami kesini berniat untuk memperjuangkan sesuatu yang apabila ini berhasil manfaatnya tidak hanya dirasakan oleh kami kaum pekerja sja tapi oleh seluruh rakyat Indonesia, kami hormati keberadaan aparat disini karena kami juga yang meminta melalui surat pemberitahuan aksi yang kami sampaikan sebelumnya, kami datang kesini atas keringat dan usaha sendiri, kami juga mengingatkan kepada teman-teman ( peserta demo ) jangan ada niatan untuk berhadapan dengan aparat, kemudian kami minta kepada kepolisian untuk segera melepaskan teman kami yang ditangkap tadi dan mengembalikan mik yang digondol polisi tadi, karena apapun yang terjadi disini, kami harus mempertanggungjawabkannya kembali jika ada diantara teman, mobil ataupun perangkat yang rusak akibat ulah aparat, tentu kami harus mempertanggungjawabkannya melalui keringat dan uang pekerja kembali, buat teman-teman semuanya sebaiknya kita tidak mudah terprovokasi, karena tadi saya lihat kejadian tadi dipicu oleh aparat yang berpakaian preman, jadi jangan dikira kami tidak bisa membedakan mana yang aparat dan mana yang pekerja, karena kelihatan kalau aparatmah walaupun rambutnya gondrong dan dibikin lusuh sekalipun, tetap aja gerak-geriknya menunjukan itu aparat, sedangkan wajah-wajah pekerja kelihatan wajah-wajah cape biasa bekerja seharian"

Orasi ini pun disambut dengan sindiran dari kami, sambil menyanyikan lagu chaiya -chaiya yang lagi heboh ditengah masyarakat dan di populerkan oleh Briptu Nurman, mana semangat dari Polri yang katanya ingin membangun simpatik dan bermitra dengan masyarakat? tunjukan dong....

Disusul orasi yang disampaikan oleh salah satu team advokasi dari DPP

Bapak-bapak aparat tolong segera lepaskan dua anggota kami, karena sebelum adanya aksi ini kami dari DPP sudah bertemu dengan Pak Kapolda, bahkan beliau sempat bilang pada dasarnya pekerja ini adalah bagian dari majikan kami, karena gaji yang kami dapatkan salah satunya berasal dari uang pekerja ( Coz PPH dibayar otomatis ), tak berapa lama 2 rekan kamipun dilepaskan.


KSPSI sendiri tergabung dalam Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS) yang menuntut disahkannya Undang-Undang Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS). Mereka menuntut agar Presiden SBY memprioritaskan proses legislasi tersebut.

Menurut Surya Chandra, salah seorang Presidium KAJS yang turut hadir dalam aksi unjuk rasa ini, BPJS merupakan turunan dari Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial (UU No. 40 Tahun 2004).

Surya mengatakan, BPJS nantinya akan melaksanakan amanat konstitusi dari UU SJSN. Selama ini, PT. Jamsostek, BUMN pelaksana sementara jaminan sosial dinilai menyalahi aturan.



Untuk itu BPJS diperlukan. " Selama ini Pemerintah tidak mau mensahkan , karena ia ingin menguasai uang dari Jamsostek senilai Rp. 200 Triliun. Itu iuran buruh yang ikut Jamsostek," kata Surya.


Mndengar orasi dari bang surya, tak terasa rasa trenyuh, sedih menghinggapi hati penulis, bulir-bulir air mata pun menetes, yach sesungguhnya dengan aset yang sedemikian besar sangatlah tidak beralasan jika Pemerintah memvonis bahwa dana untuk penyelenggaraan jaminan sosial tidak cukup, justru karena dananya yang sudah sedemikian besar bisa jadi itulah yang jadi lahan rebutan bagi pihak-pihak yang tak bertanggung jawab, idealnya badan penyelenggara BPJS memang lebih pas berbentuk wali amanah, sehingga prinsip dari pekerja kembali ke pekerja atau dari masyarakat kembali ke masyrakat bisa terpenuhi.


Apalagi beberapa waktu sebelumnya pihak DPR sudah mengundang pemerintah untuk segera membahas RUU BPJS, tapi ada keengganan dari pihak pemerintah untuk memenuhi undangan itu, dari sembilan menteri yang diundang yang datang cuma 3 menteri, konon Menteri keuangan keberatan dengan adanya penyelenggaraan BPJS karena uangnya nggak cukup.

Pada akhirnya perwakilan dari kami diterima oleh Dipo Pati Jalal, yang menjanjikan dan bersedia untuk mengkoordinasikan dengan Menteri-menteri terkait dan menyampaikannya pada Presiden, untuk segera merampungkan BPJS.

Akhirnya semoga pada tanggal 9 Mei 2011 besok, dimana pada hari itu sebagai hari pertama pembahasan BPJS dengan pihak DPR dapat menghasilkan sesuatu yang selama ini dinantikan oleh rakyat, sehingga jaminan sosial sebagai hak dasar warga negara dapat di penuhi dan khususnya bagi kami, pekerja swasta juga bisa merasakan uang pensiun setelah mereka bekerja sehari-hari untuk menciptakan produktivitas yang maksimal, sehingga kelak jika kami tidak bekerja lagi setidaknya masa depan kami dan anak cucu bisa lebih terjamin.




Rieke Dyah Pitaloka ( Anggota DPR )

" Ingin secepatnya BPJS di undangkan, besok tgl 28 Oktober adalah masa akhir pembahasan BPJS antara Pemerintah dan DPR, dinegara manapun tidak ada dana sosial ataupun jaminan hari tua  dari pekerja / rakyatnya, dikelola oleh sebuah badan yang berbentuk persero, sama halnya dengan pajak dimana pemanfaatannya harus kembali untuk masyarakat, maka iuran jaminan sosial dari pekerja serta APBN yang juga uangnya berasal dari rakyat maka pemanfaatannyapun sebesar-besarnya juga harus kembali kepada pekerja dan rakyat utamanya orang yang tidak mampu, sebagai pekerja kita tidak tahu berapa lama lagi kita akan bertahan bekerja bisa saja besok atau kapanpun terancam di PHK, salah satu manfaat BPJS ataupun SJSN adalah bagi pekerja yang terkena PHK maka 6 bulan pasca PHK jaminan sosial tetap ditanggung BPJS jika setelah 6 bulan tetap tidak mendapatkan pekerjaan maka yang bersangkutan menjadi tanggungan Negara"

Hasbullah tabrani (Pakar kesehatan Masyarakat UI)

" Selama jamsostek tetap berbentuk perseroan BUMN maka kewenangan penempatan dan pengelolaan dana sepenuhnya di tangan Direksi dan komisaris serta Pemerintah misal melalui Menteri BUMN dan Menteri keuangan, tak heran jika ditemui ada dana jamsostek yang parkir di bursa saham, ataupun ada di BUMN-BUMN yang lain misal di Garuda, di krakatau steeldll, kewenangan bukan oleh suara pekerja yang notabene pemilik modal utama, mestinya kewenangan pemanfaatan dana ada di tangan kalangan pekerja, dana di jamsostek sudah sedemikian besar (gendut), diperkirakan besarnya deviden dan pajak badan usaha yang disetor ke pemerintah bisa mencapai 19 Triliun per tahun, Negara yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan jaminan sosial masyrakat mestinya menyuntikan dana, ini malah sebagai pihak yang memungut / memanfaatkan dana jaminan sosial, hal seperti ini tidak terjadi di negara-negara lain"

Demikian disampaikan keduannya dalam acara Today Dialog Metro TV, tanggal 25 Oktober lalu.


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 40 TAHUN 2004
TENTANG
SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:

  1. bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak dan meningkatkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
    NOMOR 40 TAHUN 2004
    TENTANG
    SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL
    DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
    Menimbang:
    1. bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak dan meningkatkan martabatnya menuju terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur;

    2. bahwa untuk memberikan jaminan sosial yang menyeluruh, negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial Nasional bagi seluruh rakyat Indonesia;

    3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
    Mengingat:
    Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
    Dengan Persetujuan Bersama:
    DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
    dan
    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
    MEMUTUSKAN:
    Menetapkan:
    UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL
    BAB I
    KETENTUAN UMUM

    Pasal 1
    Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
    1. Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.

    2. Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial.

    3. Asuransi sosial adalah suatu mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib yang berasal dari iuran guna memberikan perlindungan atas risiko sosial ekonomi yang menimpa peserta dan/atau anggota keluarganya.

    4. Tabungan wajib adalah simpanan yang bersifat wajib bagi peserta program jaminan sosial.

    5. Bantuan iuran adalah iuran yang dibayar oleh Pemerintah bagi fakir miskin dan orang tidak mampu sebagai peserta program jaminan sosial.

    6. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial.

    7. Dana Jaminan Sosial adalah dana amanat milik seluruh peserta yang merupakan himpunan iuran beserta hasil pengembangannya yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial untuk pembayaran manfaat kepada peserta dan pembiayaan operasional penyelenggaraan program jaminan sosial.

    8. Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran.

    9. Manfaat adalah faedah jaminan sosial yang menjadi hak peserta dan/atau anggota keluarganya.

    10. Iuran adalah sejumlah uang yang dibayar secara teratur oleh peserta, pemberi kerja, dan/atau Pemerintah.

    11. Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lain.

    12. Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja atau penyelenggara negara yang mempekerjakan pegawai negeri dengan membayar gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lainnya.

    13. Gaji atau upah adalah hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pemberi kerja kepada pekerja yang ditetapkan dan dibayar menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.

    14. Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi dalam hubungan kerja, termasuk kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya, dan penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja.

    15. Cacat adalah keadaan berkurang atau hilangnya fungsi tubuh atau hilangnya anggota badan yang secara langsung atau tidak langsung mengakibatkan berkurang atau hilangnya kemampuan pekerja untuk menjalankan pekerjaannya.

    16. Cacat total tetap adalah cacat yang mengakibatkan ketidakmampuan seseorang untuk melakukan pekerjaan.
    BAB II
    ASAS, TUJUAN, DAN PRINSIP PENYELENGGARAAN
    Pasal 2
    Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan, asas manfaat, dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

    Pasal 3
    Sistem Jaminan Sosial Nasional bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya.

    Pasal 4
    Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan pada prinsip
    1. kegotong-royongan;

    2. nirlaba;

    3. keterbukaan;

    4. d, kehati-hatian;

    5. akuntabilitas;

    6. portabilitas;

    7. kepesertaan bersifat wajib;

    8. dana amanat; dan

    9. hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta.
    BAB III
    BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL

    Pasal 5

    • Badan Penyelenggara Jaminan Sosial harus dibentuk dengan Undang-Undang.

    • Sejak berlakunya Undang-Undang ini, badan penyelenggara jaminan sosial yang ada dinyatakan sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial menurut Undang-Undang ini.

    • Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:

    • Perusahaan Perseroan (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK);

    • Perusahaan Perseroan (Persero) Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (TASPEN);

    • Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI); dan

    • Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES).

    • Dalam hal diperlukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial selain dimaksud pada ayat (3), dapat dibentuk yang baru dengan Undang-Undang.
    BAB IV
    DEWAN JAMINAN SOSIAL NASIONAL
    Pasal 6
    Untuk penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional dengan Undang-Undang ini dibentuk Dewan Jaminan Sosial Nasional.
    Pasal 7

    • Dewan Jaminan Sosial Nasional bertanggung jawab kepada Presiden.

    • Dewan Jaminan Sosial Nasional berfungsi merumuskan kebijakan umum dan sinkronisasi penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional.

    • Dewan Jaminan Sosial Nasional bertugas:

    • melakukan kajian dan penelitian yang berkaitan dengan penyelenggaraan jaminan sosial;

    • mengusulkan kebijakan investasi Dana Jaminan Sosial Nasional; dan

    • mengusulkan anggaran jaminan sosial bagi penerima bantuan iuran dan tersedianya anggaran operasional kepada Pemerintah.

    • Dewan Jaminan Sosial Nasional berwenang melakukan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program jaminan sosial.
    Pasal 8

    • Dewan Jaminan Sosial Nasional beranggotakan 15 (lima belas) orang, yang terdiri dari unsur Pemerintah, tokoh dan/atau ahli yang memahami bidang jaminan sosial, organisasi pemberi kerja, dan organisasi pekerja.

    • Dewan jaminan Sosial Nasional dipimpin oleh seorang Ketua merangkap anggota dan anggota lainnya diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.

    • Ketua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berasal dari unsur Pemerintah.

    • Dalam melaksanakan tugasnya, Dewan Jaminan Sosial Nasional dibantu oleh Sekretariat Dewan yang dipimpin oleh seorang sekretaris yang diangkat dan diberhentikan oleh Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional.

    • Masa jabatan anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional adalah 5 (lima) tahun, dan dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan.

    • Untuk dapat diangkat menjadi anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional harus memenuhi syarat sebagai berikut:

    • Warga Negara Indonesia;

    • bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

    • sehat jasmani dan rohani;

    • berkelakuan baik;

    • berusia sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) tahun dan setinggi-tingginya 60 (enam puluh) tahun pada saat menjadi anggota;

    • lulusan pendidikan paling rendah jenjang strata I (satu);

    • memiliki keahlian di bidang jaminan sosial;

    • memiliki kepedulian terhadap bidang jaminan sosial; dan

    • tidak pernah dipidana berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan.
    Pasal 9
    Dalam melaksanakan tugasnya, Dewan Jaminan Sosial Nasional dapat meminta masukan dan bantuan tenaga ahli sesuai dengan kebutuhan.
    Pasal 10
    Susunan organisasi dan tata kerja Dewan Jaminan Sosial Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, dan Pasal 9 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Presiden.
    Pasal 11
    Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional dapat berhenti atau diberhentikan sebelum berakhir masa jabatan karena:
    1. meninggal dunia;

    2. berhalangan tetap;

    3. mengundurkan diri;

    4. tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (6).
    Pasal 12
    1. Untuk pertama kali, Ketua dan anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional diusulkan oleh Menteri yang bidang tugasnya meliputi kesejahteraan sosial.

    2. Tata cara pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden.
    BAB V
    KEPESERTAAN DAN IURAN
    Pasal 13
    1. Pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, sesuai dengan program jaminan sosial yang diikuti.

    2. Pentahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Presiden.
    Pasal 14
    1. Pemerintah secara bertahap mendaftarkan penerima bantuan iuran sebagai peserta kepada Badan Penyelenggara jaminan sosial.

    2. Penerima bantuan iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah fakir miskin dan orang tidak mampu.

    3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
    Pasal 15
    1. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib memberikan nomor identitas tunggal kepada setiap peserta dan anggota keluarganya.

    2. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib memberikan informasi tentang hak dan kewajiban kepada peserta untuk mengikuti ketentuan yang berlaku.
    Pasal 16
    Setiap peserta berhak memperoleh manfaat dan informasi tentang pelaksanaan program jaminan sosial yang diikuti.
    Pasal 17
    1. Setiap peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan berdasarkan persentase dari upah atau suatu jumlah nominal tertentu.

    2. Setiap pemberi kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya, menambahkan iuran yang menjadi kewajibannya dan membayarkan iuran tersebut kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial secara berkala.

    3. Besarnya iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan untuk setiap jenis program secara berkala sesuai dengan perkembangan sosial, ekonomi dan kebutuhan dasar hidup yang layak.

    4. Iuran program jaminan sosial bagi fakir miskin dan orang yang tidak mampu dibayar oleh Pemerintah.

    5. Pada tahap pertama, iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibayar oleh Pemerintah untuk program jaminan kesehatan.

    6. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
    BAB VI
    PROGRAM JAMINAN SOSIAL
    Bagian Kesatu
    Jenis Program Jaminan Sosial

    Pasal 18
    Jenis program jaminan sosial meliputi:
    1. jaminan kesehatan;

    2. jaminan kecelakaan kerja;

    3. jaminan hari tua;

    4. jaminan pensiun; dan

    5. jaminan kematian.
    Bagian Kedua
    Jaminan Kesehatan
    Pasal 19
    1. Jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas.

    2. Jaminan kesehatan diselenggarakan dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.
    Pasal 20
    1. Peserta jaminan kesehatan adalah setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh Pemerintah.

    2. Anggota keluarga peserta berhak menerima manfaat jaminan kesehatan.

    3. Setiap peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga yang lain yang menjadi tanggungannya dengan penambahan iuran.
    Pasal 21
    1. Kepesertaan jaminan kesehatan tetap berlaku paling lama 6 (enam) bulan sejak seorang peserta mengalami pemutusan hubungan kerja.

    2. Dalam hal peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah 6 (enam) bulan belum memperoleh pekerjaan dan tidak mampu, iurannya dibayar oleh Pemerintah.

    3. Peserta yang mengalami cacat total tetap dan tidak mampu, iurannya dibayar oleh Pemerintah.

    4. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Presiden..
    Pasal 22
    1. Manfaat jaminan kesehatan bersifat pelayanan perseorangan berupa pelayanan kesehatan yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, termasuk obat dan bahan medis habis pakai yang diperlukan.

    2. Untuk jenis pelayanan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan, peserta dikenakan urun biaya.

    3. Ketentuan mengenai pelayanan kesehatan dan urun biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden.
    Pasal 23
    1. Manfaat jaminan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 diberikan pada fasilitas kesehatan milik Pemerintah atau swasta yang menjalin kerjasama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

    2. Dalam keadaan darurat, pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diberikan pada fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

    3. Dalam hal di suatu daerah belum tersedia fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat guna memenuhi kebutuhan medik sejumlah peserta, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib memberikan kompensasi.

    4. Dalam hal peserta membutuhkan rawat inap di rumah sakit, maka kelas pelayanan di rumah sakit diberikan berdasarkan kelas standar.

    5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden.
    Pasal 24
    1. Besarnya pembayaran kepada fasilitas kesehatan untuk setiap wilayah ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan asosiasi fasilitas kesehatan di wilayah tersebut.

    2. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib membayar fasilitas kesehatan alas pelayanan yang diberikan kepada peserta paling lambat 15 (lima belas) hari sejak permintaan pembayaran diterima.

    3. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial mengembangkan sistem pelayanan kesehatan, sistem kendali mutu pelayanan; dan sistem pembayaran pelayanan kesehatan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas jaminan kesehatan.
    Pasal 25
    Daftar dan harga tertinggi obat-obatan, serta bahan medis habis pakai yang dijamin oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
    Pasal 26
    Jenis-jenis pelayanan yang tidak dijamin Badan Penyelenggara Jaminan Sosial akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden.
    Pasal 27
    1. Besarnya iuran jaminan kesehatan untuk peserta penerima upah ditentukan berdasarkan persentase dari upah sampai batas tertentu, yang secara bertahap ditanggung bersama oleh pekerja dan pemberi kerja.

    2. Besarnya iuran jaminan kesehatan untuk peserta yang tidak menerima upah ditentukan berdasarkan nominal yang ditinjau secara berkala.

    3. Besarnya iuran jaminan kesehatan untuk penerima bantuan iuran ditentukan berdasarkan nominal yang ditetapkan secara berkala.

    4. Batas upah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditinjau secara berkala.

    5. Besarnya iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), serta batas upah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden,
    Pasal 28
    1. Pekerja yang memiliki anggota keluarga lebih dari 5 (lima) orang dan ingin mengikutsertakan anggota keluarga yang lain wajib membayar tambahan iuran.

    2. Tambahan Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden.
    Bagian Ketiga
    Jaminan Kecelakaan Kerja
    Pasal 29
    1. Jaminan kecelakaan kerja diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial.

    2. Jaminan kecelakaan kerja diselenggarakan dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pelayanan kesehatan dan santunan uang tunai apabila seorang pekerja mengalami kecelakaan kerja atau menderita penyakit akibat kerja.
    Pasal 30
    Peserta jaminan kecelakaan kerja adalah seseorang yang telah membayar iuran.
    Pasal 31
    1. Peserta yang mengalami kecelakaan kerja berhak mendapatkan manfaat berupa pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medisnya dan mendapatkan manfaat berupa uang tunai apabila terjadi cacat total tetap atau meninggal dunia.

    2. Manfaat jaminan kecelakaan kerja yang berupa uang tunai diberikan sekaligus kepada ahli waris pekerja yang meninggal dunia atau pekerja yang cacat sesuai dengan tingkat kecacatan.

    3. Untuk jenis-jenis pelayanan tertentu atau kecelakaan tertentu, pemberi kerja dikenakan urun biaya.
    Pasal 32
    1. Manfaat jaminan kecelakaan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) diberikan pada fasilitas kesehatan milik Pemerintah atau swasta yang memenuhi syarat dan menjalin kerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

    2. Dalam keadaan darurat, pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan pada fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

    3. Dalam hal kecelakaan kerja terjadi di suatu daerah yang belum tersedia fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat, maka guna memenuhi;kebutuhan medis bagi peserta, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib memberikan kompensasi.

    4. Dalam hal peserta membutuhkan rawat inap di rumah sakit, maka kelas perawatan di rumah sakit diberikan kelas standar.
    Pasal 33
    Ketentuan lebih lanjut mengenai besarnya manfaat uang tunai, hak ahli waris, kompensasi, dan pelayanan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dan Pasal 32 diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
    Pasal 34
    1. Besarnya iuran jaminan kecelakaan kerja adalah sebesar persentase tertentu dari upah atau penghasilan yang ditanggung seluruhnya oleh pemberi kerja.

    2. Besarnya iuran jaminan kecelakaan kerja untuk peserta yang tidak menerima upah adalah jumlah nominal yang ditetapkan secara berkala oleh Pemerintah.

    3. Besarnya iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bervariasi untuk setiap kelompok pekerja sesuai dengan risiko lingkungan kerja.

    4. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
    Bagian Keempat
    Jaminan Hari Tua

    Pasal 35
    1. Jaminan hari tua diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib.

    2. Jaminan hari tua diselenggarakan dengan tujuan untuk menjamin agar peserta menerima uang tunai apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia.
    Pasal 36
    Peserta jaminan hari tua adalah peserta yang telah membayar iuran.
    Pasal 37
    1. Manfaat jaminan hari tua berupa uang tunai dibayarkan sekaligus pada saat peserta memasuki usia pensiun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap.

    2. Besarnya manfaat jaminan hari tua ditentukan berdasarkan seluruh akumulasi iuran yang telah disetorkan ditambah hasil pengembangannya.

    3. Pembayaran manfaat jaminan hari tua dapat diberikan sebagian sampai batas tertentu setelah kepesertaan mencapai minimal 10 (sepuluh) tahun.

    4. Apabila peserta meninggal dunia, ahli warisnya yang sah berhak menerima manfaat jaminan hari tua.

    5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
    Pasal 38
    1. Besarnya iuran jaminan hari tua untuk peserta penerima upah ditetapkan berdasarkan persentase tertentu Bari upah atau penghasilan tertentu yang ditanggung bersama oleh pemberi kerja dan pekerja.

    2. Besarnya iuran jaminan hari tua untuk peserta yang tidak menerima upah ditetapkan berdasarkan jumlah nominal yang ditetapkan secara berkala oleh Pemerintah.

    3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
    Bagian Kelima
    Jaminan Pensiun

    Pasal 39
    1. Jaminan pensiun diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib.

    2. Jaminan pensiun diselenggarakan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak pada saat peserta kehilangan atau berkurang penghasilannya karena memasuki usia pensiun atau mengalami cacat total tetap.

    3. Jaminan pensiun diselenggarakan berdasarkan manfaat pasti.

    4. Usia pensiun ditetapkan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.
    Pasal 40
    Peserta jaminan pensiun adalah pekerja yang telah membayar iuran.
    Pasal 41

    • Manfaat jaminan pensiun berwujud uang tunai yang diterima setiap bulan sebagai:

    • Pensiun hari tua, diterima peserta setelah pensiun sampai meninggal dunia;

    • Pensiun cacat, diterima peserta yang cacat akibat kecelakaan atau akibat penyakit sampai meninggal dunia;

    • Pensiun janda/duda, diterima janda/duda ahli waris peserta sampai meninggal dunia atau menikah lagi;

    • Pensiun anak, diterima anak ahli waris peserta sampai mencapai usia 23 (dua puluh tiga) tahun, bekerja, atau menikah; atau

    • Pensiun orang tua, diterima orang tua ahli waris peserta lajang sampai batas waktu tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

    • Setiap peserta atau ahli warisnya berhak mendapatkan pembayaran uang pensiun berkala setiap bulan setelah memenuhi masa iur minimal 15 (lima belas) tahun, kecuali ditetapkan lain oleh peraturan perundang-undangan.

    • Manfaat jaminan pensiun dibayarkan kepada peserta yang telah mencapai usia pensiun sesuai formula yang ditetapkan.

    • Apabila peserta meninggal dunia sebelum mencapai usia pensiun atau belum memenuhi masa iur 15 (lima belas) tahun, ahli warisnya tetap berhak mendapatkan manfaat jaminan pensiun.

    • Apabila peserta mencapai usia pensiun sebelum memenuhi masa iur 15 (lima belas) tahun, peserta tersebut berhak mendapatkan seluruh akumulasi iurannya ditambah hasil pengembangannya.

    • Hak ahli waris atas manfaat pensiun anak berakhir apabila anak tersebut menikah, bekerja tetap, atau mencapai usia 23 (dua puluh tiga) tahun.

    • Manfaat pensiun cacat dibayarkan kepada peserta yang mengalami cacat total tetap meskipun peserta tersebut belum memasuki usia pensiun.

    • Ketentuan mengenai manfaat pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden.
    Pasal 42
    1. Besarnya iuran jaminan pensiun untuk peserta penerima upah ditentukan berdasarkan persentase tertentu dari upah atau penghasilan atau suatu jumlah nominal tertentu . yang ditanggung bersama antara pemberi kerja dan pekerja.

    2. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
    Bagian Keenam
    Jaminan Kematian
    Pasal 43
    1. Jaminan kematian diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial.

    2. Jaminan kematian diselenggarakan dengan tujuan untuk memberikan santunan kematian yang dibayarkan kepada ahli waris peserta yang meninggal dunia.
    Pasal 44
    Peserta jaminan kematian adalah setiap orang yang telah membayar iuran.
    Pasal 45
    1. Manfaat jaminan kematian berupa uang tunai dibayarkan paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah klaim diterima dan disetujui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

    2. Besarnya manfaat jaminan kematian ditetapkan berdasarkan suatu jumlah nominal tertentu.

    3. Ketentuan mengenai manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
    Pasal 46
    1. Iuran jaminan kematian ditanggung oleh pemberi kerja.

    2. Besarnya iuran jaminan kematian bagi peserta penerima upah ditentukan berdasarkan persentase tertentu dari upah atau penghasilan.

    3. Besarnya iuran jaminan kematian bagi peserta bukan penerima upah ditentukan berdasarkan jumlah nominal tertentu dibayar oleh peserta.

    4. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
    BAB VII
    PENGELOLAAN DANA JAMINAN SOSIAL

    Pasal 47
    1. Dana Jaminan Sosial wajib dikelola dan dikembangkan oleh Badan Penyelenggara jaminan Sosial secara optimal dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai.

    2. Tata cara pengelolaan dan pengembangan Dana Jaminan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
    Pasal 48
    Pemerintah dapat melakukan tindakan-tindakan khusus guna menjamin terpeliharanya tingkat kesehatan keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
    Pasal 49
    1. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial mengelola pembukuan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku.

    2. Subsidi silang antarprogram dengan membayarkan manfaat suatu program dari dana program lain tidak diperkenankan.

    3. Peserta berhak setiap saat memperoleh informasi tentang akumulasi iuran dan basil pengembangannya serta manfaat dari jenis program jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian.

    4. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib memberikan informasi akumulasi iuran berikut hasil pengembangannya kepada setiap peserta jaminan hari tua sekurang-kurangnya sekali dalam satu tahun.
    Pasal 50
    1. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib membentuk cadangan teknis sesuai dengan standar praktek aktuaria yang lazim dan berlaku umum.

    2. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur Iebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
    Pasal 51
    Pengawasan terhadap pengelolaan keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dilakukan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan perundangan-undangan.
    BAB VIII
    KETENTUAN PERALIHAN
    Pasal 52

    • Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:

    • Perusahaan Perseroan (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1995 tentang Penetapan Badan Penyelenggara Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 59), berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3468);

    • Perusahaan Perseroan (Persero) Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (TASPEN) yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1981 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 198'1 Nomor 38), berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2906), Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran. Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3014) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3890), dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3200);

    • Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1991 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 88);

    • Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES) yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1992 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Husada Bhakti menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 16);
    tetap berlaku sepanjang belum disesuaikan dengan Undang-Undang ini.
    1. Semua ketentuan yang mengatur mengenai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan Undang-Undang ini paling lambat 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
    BAB IX
    KETENTUAN PENUTUP
    Pasal 53
    Undang-Undang ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
    Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
    Disahkan Di Jakarta,
    Pada Tanggal 19 Oktober 2004
    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
    Ttd.
    MEGAWATT SOEKARNOPUTRI
    Diundangkan Di Jakarta,
    Pada Tanggal 19 Oktober 2004
    SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
    Ttd.
    BAMBANG KESOWO
    LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 150 menuju terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur;

  2. bahwa untuk memberikan jaminan sosial yang menyeluruh, negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial Nasional bagi seluruh rakyat Indonesia;

  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Mengingat:
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dengan Persetujuan Bersama:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL
BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
  1. Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.

  2. Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial.

  3. Asuransi sosial adalah suatu mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib yang berasal dari iuran guna memberikan perlindungan atas risiko sosial ekonomi yang menimpa peserta dan/atau anggota keluarganya.

  4. Tabungan wajib adalah simpanan yang bersifat wajib bagi peserta program jaminan sosial.

  5. Bantuan iuran adalah iuran yang dibayar oleh Pemerintah bagi fakir miskin dan orang tidak mampu sebagai peserta program jaminan sosial.

  6. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial.

  7. Dana Jaminan Sosial adalah dana amanat milik seluruh peserta yang merupakan himpunan iuran beserta hasil pengembangannya yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial untuk pembayaran manfaat kepada peserta dan pembiayaan operasional penyelenggaraan program jaminan sosial.

  8. Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran.

  9. Manfaat adalah faedah jaminan sosial yang menjadi hak peserta dan/atau anggota keluarganya.

  10. Iuran adalah sejumlah uang yang dibayar secara teratur oleh peserta, pemberi kerja, dan/atau Pemerintah.

  11. Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lain.

  12. Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja atau penyelenggara negara yang mempekerjakan pegawai negeri dengan membayar gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lainnya.

  13. Gaji atau upah adalah hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pemberi kerja kepada pekerja yang ditetapkan dan dibayar menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.

  14. Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi dalam hubungan kerja, termasuk kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya, dan penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja.

  15. Cacat adalah keadaan berkurang atau hilangnya fungsi tubuh atau hilangnya anggota badan yang secara langsung atau tidak langsung mengakibatkan berkurang atau hilangnya kemampuan pekerja untuk menjalankan pekerjaannya.

  16. Cacat total tetap adalah cacat yang mengakibatkan ketidakmampuan seseorang untuk melakukan pekerjaan.
BAB II
ASAS, TUJUAN, DAN PRINSIP PENYELENGGARAAN
Pasal 2
Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan, asas manfaat, dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pasal 3
Sistem Jaminan Sosial Nasional bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya.

Pasal 4
Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan pada prinsip
  1. kegotong-royongan;

  2. nirlaba;

  3. keterbukaan;

  4. d, kehati-hatian;

  5. akuntabilitas;

  6. portabilitas;

  7. kepesertaan bersifat wajib;

  8. dana amanat; dan

  9. hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta.
BAB III
BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL

Pasal 5

  • Badan Penyelenggara Jaminan Sosial harus dibentuk dengan Undang-Undang.

  • Sejak berlakunya Undang-Undang ini, badan penyelenggara jaminan sosial yang ada dinyatakan sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial menurut Undang-Undang ini.

  • Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:

  • Perusahaan Perseroan (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK);

  • Perusahaan Perseroan (Persero) Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (TASPEN);

  • Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI); dan

  • Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES).

  • Dalam hal diperlukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial selain dimaksud pada ayat (3), dapat dibentuk yang baru dengan Undang-Undang.
BAB IV
DEWAN JAMINAN SOSIAL NASIONAL
Pasal 6
Untuk penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional dengan Undang-Undang ini dibentuk Dewan Jaminan Sosial Nasional.
Pasal 7

  • Dewan Jaminan Sosial Nasional bertanggung jawab kepada Presiden.

  • Dewan Jaminan Sosial Nasional berfungsi merumuskan kebijakan umum dan sinkronisasi penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional.

  • Dewan Jaminan Sosial Nasional bertugas:

  • melakukan kajian dan penelitian yang berkaitan dengan penyelenggaraan jaminan sosial;

  • mengusulkan kebijakan investasi Dana Jaminan Sosial Nasional; dan

  • mengusulkan anggaran jaminan sosial bagi penerima bantuan iuran dan tersedianya anggaran operasional kepada Pemerintah.

  • Dewan Jaminan Sosial Nasional berwenang melakukan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program jaminan sosial.
Pasal 8

  • Dewan Jaminan Sosial Nasional beranggotakan 15 (lima belas) orang, yang terdiri dari unsur Pemerintah, tokoh dan/atau ahli yang memahami bidang jaminan sosial, organisasi pemberi kerja, dan organisasi pekerja.

  • Dewan jaminan Sosial Nasional dipimpin oleh seorang Ketua merangkap anggota dan anggota lainnya diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.

  • Ketua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berasal dari unsur Pemerintah.

  • Dalam melaksanakan tugasnya, Dewan Jaminan Sosial Nasional dibantu oleh Sekretariat Dewan yang dipimpin oleh seorang sekretaris yang diangkat dan diberhentikan oleh Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional.

  • Masa jabatan anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional adalah 5 (lima) tahun, dan dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan.

  • Untuk dapat diangkat menjadi anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional harus memenuhi syarat sebagai berikut:

  • Warga Negara Indonesia;

  • bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

  • sehat jasmani dan rohani;

  • berkelakuan baik;

  • berusia sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) tahun dan setinggi-tingginya 60 (enam puluh) tahun pada saat menjadi anggota;

  • lulusan pendidikan paling rendah jenjang strata I (satu);

  • memiliki keahlian di bidang jaminan sosial;

  • memiliki kepedulian terhadap bidang jaminan sosial; dan

  • tidak pernah dipidana berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan.
Pasal 9
Dalam melaksanakan tugasnya, Dewan Jaminan Sosial Nasional dapat meminta masukan dan bantuan tenaga ahli sesuai dengan kebutuhan.
Pasal 10
Susunan organisasi dan tata kerja Dewan Jaminan Sosial Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, dan Pasal 9 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Presiden.
Pasal 11
Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional dapat berhenti atau diberhentikan sebelum berakhir masa jabatan karena:
  1. meninggal dunia;

  2. berhalangan tetap;

  3. mengundurkan diri;

  4. tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (6).
Pasal 12
  1. Untuk pertama kali, Ketua dan anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional diusulkan oleh Menteri yang bidang tugasnya meliputi kesejahteraan sosial.

  2. Tata cara pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden.
BAB V
KEPESERTAAN DAN IURAN
Pasal 13
  1. Pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, sesuai dengan program jaminan sosial yang diikuti.

  2. Pentahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Presiden.
Pasal 14
  1. Pemerintah secara bertahap mendaftarkan penerima bantuan iuran sebagai peserta kepada Badan Penyelenggara jaminan sosial.

  2. Penerima bantuan iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah fakir miskin dan orang tidak mampu.

  3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 15
  1. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib memberikan nomor identitas tunggal kepada setiap peserta dan anggota keluarganya.

  2. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib memberikan informasi tentang hak dan kewajiban kepada peserta untuk mengikuti ketentuan yang berlaku.
Pasal 16
Setiap peserta berhak memperoleh manfaat dan informasi tentang pelaksanaan program jaminan sosial yang diikuti.
Pasal 17
  1. Setiap peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan berdasarkan persentase dari upah atau suatu jumlah nominal tertentu.

  2. Setiap pemberi kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya, menambahkan iuran yang menjadi kewajibannya dan membayarkan iuran tersebut kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial secara berkala.

  3. Besarnya iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan untuk setiap jenis program secara berkala sesuai dengan perkembangan sosial, ekonomi dan kebutuhan dasar hidup yang layak.

  4. Iuran program jaminan sosial bagi fakir miskin dan orang yang tidak mampu dibayar oleh Pemerintah.

  5. Pada tahap pertama, iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibayar oleh Pemerintah untuk program jaminan kesehatan.

  6. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
PROGRAM JAMINAN SOSIAL
Bagian Kesatu
Jenis Program Jaminan Sosial

Pasal 18
Jenis program jaminan sosial meliputi:
  1. jaminan kesehatan;

  2. jaminan kecelakaan kerja;

  3. jaminan hari tua;

  4. jaminan pensiun; dan

  5. jaminan kematian.
Bagian Kedua
Jaminan Kesehatan
Pasal 19
  1. Jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas.

  2. Jaminan kesehatan diselenggarakan dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.
Pasal 20
  1. Peserta jaminan kesehatan adalah setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh Pemerintah.

  2. Anggota keluarga peserta berhak menerima manfaat jaminan kesehatan.

  3. Setiap peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga yang lain yang menjadi tanggungannya dengan penambahan iuran.
Pasal 21
  1. Kepesertaan jaminan kesehatan tetap berlaku paling lama 6 (enam) bulan sejak seorang peserta mengalami pemutusan hubungan kerja.

  2. Dalam hal peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah 6 (enam) bulan belum memperoleh pekerjaan dan tidak mampu, iurannya dibayar oleh Pemerintah.

  3. Peserta yang mengalami cacat total tetap dan tidak mampu, iurannya dibayar oleh Pemerintah.

  4. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Presiden..
Pasal 22
  1. Manfaat jaminan kesehatan bersifat pelayanan perseorangan berupa pelayanan kesehatan yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, termasuk obat dan bahan medis habis pakai yang diperlukan.

  2. Untuk jenis pelayanan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan, peserta dikenakan urun biaya.

  3. Ketentuan mengenai pelayanan kesehatan dan urun biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden.
Pasal 23
  1. Manfaat jaminan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 diberikan pada fasilitas kesehatan milik Pemerintah atau swasta yang menjalin kerjasama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

  2. Dalam keadaan darurat, pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diberikan pada fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

  3. Dalam hal di suatu daerah belum tersedia fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat guna memenuhi kebutuhan medik sejumlah peserta, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib memberikan kompensasi.

  4. Dalam hal peserta membutuhkan rawat inap di rumah sakit, maka kelas pelayanan di rumah sakit diberikan berdasarkan kelas standar.

  5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden.
Pasal 24
  1. Besarnya pembayaran kepada fasilitas kesehatan untuk setiap wilayah ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan asosiasi fasilitas kesehatan di wilayah tersebut.

  2. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib membayar fasilitas kesehatan alas pelayanan yang diberikan kepada peserta paling lambat 15 (lima belas) hari sejak permintaan pembayaran diterima.

  3. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial mengembangkan sistem pelayanan kesehatan, sistem kendali mutu pelayanan; dan sistem pembayaran pelayanan kesehatan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas jaminan kesehatan.
Pasal 25
Daftar dan harga tertinggi obat-obatan, serta bahan medis habis pakai yang dijamin oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 26
Jenis-jenis pelayanan yang tidak dijamin Badan Penyelenggara Jaminan Sosial akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden.
Pasal 27
  1. Besarnya iuran jaminan kesehatan untuk peserta penerima upah ditentukan berdasarkan persentase dari upah sampai batas tertentu, yang secara bertahap ditanggung bersama oleh pekerja dan pemberi kerja.

  2. Besarnya iuran jaminan kesehatan untuk peserta yang tidak menerima upah ditentukan berdasarkan nominal yang ditinjau secara berkala.

  3. Besarnya iuran jaminan kesehatan untuk penerima bantuan iuran ditentukan berdasarkan nominal yang ditetapkan secara berkala.

  4. Batas upah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditinjau secara berkala.

  5. Besarnya iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), serta batas upah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden,
Pasal 28
  1. Pekerja yang memiliki anggota keluarga lebih dari 5 (lima) orang dan ingin mengikutsertakan anggota keluarga yang lain wajib membayar tambahan iuran.

  2. Tambahan Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden.
Bagian Ketiga
Jaminan Kecelakaan Kerja
Pasal 29
  1. Jaminan kecelakaan kerja diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial.

  2. Jaminan kecelakaan kerja diselenggarakan dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pelayanan kesehatan dan santunan uang tunai apabila seorang pekerja mengalami kecelakaan kerja atau menderita penyakit akibat kerja.
Pasal 30
Peserta jaminan kecelakaan kerja adalah seseorang yang telah membayar iuran.
Pasal 31
  1. Peserta yang mengalami kecelakaan kerja berhak mendapatkan manfaat berupa pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medisnya dan mendapatkan manfaat berupa uang tunai apabila terjadi cacat total tetap atau meninggal dunia.

  2. Manfaat jaminan kecelakaan kerja yang berupa uang tunai diberikan sekaligus kepada ahli waris pekerja yang meninggal dunia atau pekerja yang cacat sesuai dengan tingkat kecacatan.

  3. Untuk jenis-jenis pelayanan tertentu atau kecelakaan tertentu, pemberi kerja dikenakan urun biaya.
Pasal 32
  1. Manfaat jaminan kecelakaan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) diberikan pada fasilitas kesehatan milik Pemerintah atau swasta yang memenuhi syarat dan menjalin kerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

  2. Dalam keadaan darurat, pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan pada fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

  3. Dalam hal kecelakaan kerja terjadi di suatu daerah yang belum tersedia fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat, maka guna memenuhi;kebutuhan medis bagi peserta, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib memberikan kompensasi.

  4. Dalam hal peserta membutuhkan rawat inap di rumah sakit, maka kelas perawatan di rumah sakit diberikan kelas standar.
Pasal 33
Ketentuan lebih lanjut mengenai besarnya manfaat uang tunai, hak ahli waris, kompensasi, dan pelayanan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dan Pasal 32 diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 34
  1. Besarnya iuran jaminan kecelakaan kerja adalah sebesar persentase tertentu dari upah atau penghasilan yang ditanggung seluruhnya oleh pemberi kerja.

  2. Besarnya iuran jaminan kecelakaan kerja untuk peserta yang tidak menerima upah adalah jumlah nominal yang ditetapkan secara berkala oleh Pemerintah.

  3. Besarnya iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bervariasi untuk setiap kelompok pekerja sesuai dengan risiko lingkungan kerja.

  4. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat
Jaminan Hari Tua

Pasal 35
  1. Jaminan hari tua diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib.

  2. Jaminan hari tua diselenggarakan dengan tujuan untuk menjamin agar peserta menerima uang tunai apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia.
Pasal 36
Peserta jaminan hari tua adalah peserta yang telah membayar iuran.
Pasal 37
  1. Manfaat jaminan hari tua berupa uang tunai dibayarkan sekaligus pada saat peserta memasuki usia pensiun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap.

  2. Besarnya manfaat jaminan hari tua ditentukan berdasarkan seluruh akumulasi iuran yang telah disetorkan ditambah hasil pengembangannya.

  3. Pembayaran manfaat jaminan hari tua dapat diberikan sebagian sampai batas tertentu setelah kepesertaan mencapai minimal 10 (sepuluh) tahun.

  4. Apabila peserta meninggal dunia, ahli warisnya yang sah berhak menerima manfaat jaminan hari tua.

  5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 38
  1. Besarnya iuran jaminan hari tua untuk peserta penerima upah ditetapkan berdasarkan persentase tertentu Bari upah atau penghasilan tertentu yang ditanggung bersama oleh pemberi kerja dan pekerja.

  2. Besarnya iuran jaminan hari tua untuk peserta yang tidak menerima upah ditetapkan berdasarkan jumlah nominal yang ditetapkan secara berkala oleh Pemerintah.

  3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Kelima
Jaminan Pensiun

Pasal 39
  1. Jaminan pensiun diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib.

  2. Jaminan pensiun diselenggarakan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak pada saat peserta kehilangan atau berkurang penghasilannya karena memasuki usia pensiun atau mengalami cacat total tetap.

  3. Jaminan pensiun diselenggarakan berdasarkan manfaat pasti.

  4. Usia pensiun ditetapkan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 40
Peserta jaminan pensiun adalah pekerja yang telah membayar iuran.
Pasal 41

  • Manfaat jaminan pensiun berwujud uang tunai yang diterima setiap bulan sebagai:

  • Pensiun hari tua, diterima peserta setelah pensiun sampai meninggal dunia;

  • Pensiun cacat, diterima peserta yang cacat akibat kecelakaan atau akibat penyakit sampai meninggal dunia;

  • Pensiun janda/duda, diterima janda/duda ahli waris peserta sampai meninggal dunia atau menikah lagi;

  • Pensiun anak, diterima anak ahli waris peserta sampai mencapai usia 23 (dua puluh tiga) tahun, bekerja, atau menikah; atau

  • Pensiun orang tua, diterima orang tua ahli waris peserta lajang sampai batas waktu tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

  • Setiap peserta atau ahli warisnya berhak mendapatkan pembayaran uang pensiun berkala setiap bulan setelah memenuhi masa iur minimal 15 (lima belas) tahun, kecuali ditetapkan lain oleh peraturan perundang-undangan.

  • Manfaat jaminan pensiun dibayarkan kepada peserta yang telah mencapai usia pensiun sesuai formula yang ditetapkan.

  • Apabila peserta meninggal dunia sebelum mencapai usia pensiun atau belum memenuhi masa iur 15 (lima belas) tahun, ahli warisnya tetap berhak mendapatkan manfaat jaminan pensiun.

  • Apabila peserta mencapai usia pensiun sebelum memenuhi masa iur 15 (lima belas) tahun, peserta tersebut berhak mendapatkan seluruh akumulasi iurannya ditambah hasil pengembangannya.

  • Hak ahli waris atas manfaat pensiun anak berakhir apabila anak tersebut menikah, bekerja tetap, atau mencapai usia 23 (dua puluh tiga) tahun.

  • Manfaat pensiun cacat dibayarkan kepada peserta yang mengalami cacat total tetap meskipun peserta tersebut belum memasuki usia pensiun.

  • Ketentuan mengenai manfaat pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden.
Pasal 42
  1. Besarnya iuran jaminan pensiun untuk peserta penerima upah ditentukan berdasarkan persentase tertentu dari upah atau penghasilan atau suatu jumlah nominal tertentu . yang ditanggung bersama antara pemberi kerja dan pekerja.

  2. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Keenam
Jaminan Kematian
Pasal 43
  1. Jaminan kematian diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial.

  2. Jaminan kematian diselenggarakan dengan tujuan untuk memberikan santunan kematian yang dibayarkan kepada ahli waris peserta yang meninggal dunia.
Pasal 44
Peserta jaminan kematian adalah setiap orang yang telah membayar iuran.
Pasal 45
  1. Manfaat jaminan kematian berupa uang tunai dibayarkan paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah klaim diterima dan disetujui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

  2. Besarnya manfaat jaminan kematian ditetapkan berdasarkan suatu jumlah nominal tertentu.

  3. Ketentuan mengenai manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 46
  1. Iuran jaminan kematian ditanggung oleh pemberi kerja.

  2. Besarnya iuran jaminan kematian bagi peserta penerima upah ditentukan berdasarkan persentase tertentu dari upah atau penghasilan.

  3. Besarnya iuran jaminan kematian bagi peserta bukan penerima upah ditentukan berdasarkan jumlah nominal tertentu dibayar oleh peserta.

  4. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
BAB VII
PENGELOLAAN DANA JAMINAN SOSIAL

Pasal 47
  1. Dana Jaminan Sosial wajib dikelola dan dikembangkan oleh Badan Penyelenggara jaminan Sosial secara optimal dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai.

  2. Tata cara pengelolaan dan pengembangan Dana Jaminan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 48
Pemerintah dapat melakukan tindakan-tindakan khusus guna menjamin terpeliharanya tingkat kesehatan keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Pasal 49
  1. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial mengelola pembukuan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku.

  2. Subsidi silang antarprogram dengan membayarkan manfaat suatu program dari dana program lain tidak diperkenankan.

  3. Peserta berhak setiap saat memperoleh informasi tentang akumulasi iuran dan basil pengembangannya serta manfaat dari jenis program jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian.

  4. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib memberikan informasi akumulasi iuran berikut hasil pengembangannya kepada setiap peserta jaminan hari tua sekurang-kurangnya sekali dalam satu tahun.
Pasal 50
  1. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib membentuk cadangan teknis sesuai dengan standar praktek aktuaria yang lazim dan berlaku umum.

  2. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur Iebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 51
Pengawasan terhadap pengelolaan keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dilakukan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan perundangan-undangan.
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 52

  • Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:

  • Perusahaan Perseroan (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1995 tentang Penetapan Badan Penyelenggara Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 59), berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3468);

  • Perusahaan Perseroan (Persero) Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (TASPEN) yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1981 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 198'1 Nomor 38), berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2906), Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran. Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3014) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3890), dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3200);

  • Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1991 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 88);

  • Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES) yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1992 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Husada Bhakti menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 16);
tetap berlaku sepanjang belum disesuaikan dengan Undang-Undang ini.
  1. Semua ketentuan yang mengatur mengenai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan Undang-Undang ini paling lambat 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 53
Undang-Undang ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 19 Oktober 2004
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 19 Oktober 2004
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
BAMBANG KESOWO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 150

Tidak ada komentar: