Rabu, 05 Januari 2011

HUBUNGAN TOKOH PETRUK DENGAN KEHIDUPAN PEKERJA



MAKNA FILOSOFIS PUNAKAWAN PETRUK DIKAITKAN DG DUNIA KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN
Oleh : Tri Wahyudi.
Gambar : ratnasarinugraheni.blogspot.com

Buat pecinta budaya khususnya cerita wayang, siapa sich yang ga kenal, empat serangkai (Punakawan ),yang mana kehadirannya selalu ditunggu-tunggu, makanya biasanya mereka muncul saat waktu goro-goro tiba, sambil disuguhi dialog, atau banyolan dari sang dalang, sing jelas bisa jadi tombo ngantuk.

Goro-goro sendiri, sebenarnya punya makna filosofis, bahwasanaya suasana yang tadinya semrawut, di cekam ancaman musuh, akan segera tergantikan dengan suasana damai dan yang pasti kebenaran sebagai suara Tuhan hakikatnya pasti akan mengalami kemenangan, sekuatapapun tembok yang menghalanginya.
Serikat pekerja juga hadir pada dasarnya ingin memberikan kedamaian, adanya keseimbangan antara kewajiban dan hak yang didapatkan, kalau toh terjadi unjuk rasa, mogok kerja sungguh itu adalah upaya terakhir jika memang sudah tidak ada media kran perundingan yang dibuka.

Satu dari empat punakawan yang akan lebih kita bahas adalah Petruk.
Petruk punya karakter unik, tingkahnya yang sedikit petakilan, ceplas-ceplos tapi didasari oleh kecerdasan yang tinggi serta kebenaran yang senantiasa di usungnya membuatnya selalu PD saat memang harus menasehati pandawa sebagai tuannya.
Dalam hubungan kerja di perusahaanpun hendaknya mau bercermin dari bagaimana kemesraan bisa terjalin antara Pandawa ( sbg majikan / pengusaha ) dengan bawahannya punakawan ( sbg karyawannya ), ingat pada saat kita ingin mencari solusi terbaik atas masalah yang timbul dalam hubungan kerja, maka serikat pekerja dan pengusaha bisa duduk bersama dengan prinsip kesetaraan, tanpa merendahkan satu pihak atas pihak lainnya.

Punakawan yang dikomandoi oleh Semar, semar walau kedudukannya sebagai abdi namun keluhurannya sejajar dengan prabu kresna atau para ksatria lainnya, oleh karenanya sang ksatria ( pengusaha/ pimpinan perusahaan ) tidak berani memperlakukan punakawan secara semena-mena, soal kesaktiannya ga usah ditanya lagi gunung / alam ini aja sampai bisa dimakannya, batara guru sebagai jendralnya dewa aja bertekuk lutut padanya, jika memang dia ( batara guru ) berbuat hal yang kurang pas.

Punakawan hadir ke dunia membawa amanat luhur dari Sang Hyang Wisesa, untuk memangku alam, menegakan nilai-nilai kebenaran, dan memastikan bahwa kebenaran pasti akan meruntuhkan kejahatan, kondisi ketidaka adilan tidak akan langgeng dan memberikan sesuatu yang berkah bagi penguasa perusahaan, sebaliknya hanya akan menghantarkan ke jurang kehancuran, sungguh tak ada yang patut di banggakan dari terbentuknya kekuasaan yang berjeruji tirani, sebagai manusia kita sama didepan hukum dan kebenaran hakiki.

Begitupula Serikat pekerja yang hadir di perusahaan, sesungguhnya sama seperti semar dan punakawannya, sebagai organisasi yang syah secara hukum, kami diamanatkan oleh Pancasila dan Undang-Undang untuk ikut mengawasi jalannya system ketenagakerjaan di perusahaan sehingga hak-hak karyawan dipastikan tidak ada yang dirampas, tentu saja setelah terlebih dulu kami juga dengan tulus telah mendarmabaktikan kewajiban kami sebagai pekerja terhadap perusahaan.

Petruk sebagai gambaran kawulo alit, tidak selemah apa yang dibayangkan, dengan kesaktiannya dia bisa mengguncang kahyangan , bisa melibas musuh dan ksatria manapun di dunia, dia bisa marah tatkala segala nasihatnya kurang di gubris oleh pandawa / ksatria seperti dalam kisah PETRUK DADI RATU, PETRUK DADI DUKUN , untuk itu buat para pengusaha yang kebetulan dititipi kekuasaan dan onggokan materi yang lebih besar, janganlah hanya karena status menjadikan hati Anda menjadi mati, karena titel Anda begitu memandang rendah terhadap peran kami, sehingga butalah matanya terhadap ketimpangan yang terjadi, karena gila kekuasaan kuping anda jadi tersumbat dan alergi untuk mendengar keluh kesah kami.
Monggo disimak kisah lakon petruk di bawah ini moga bisa diambil pelajarannya.

PETRUK DADI DUKUN

Alkisah, suatu ketika semua senjata di kerajaan Amarta, tempatnya para Pandawa, mendadak raib tanpa bekas. Sudah dicari kemana-mana tidak juga ditemukan. Sampai akhirnya mereka meminta bantuan kepada saudara mereka, yakni para Kurawa.
Kurawa, atas pengaruh Durna, bukannya membantu malah menganggap keadaan ini sebagai kesempatan untuk menyerang Pandawa. Maka disusunlah rencana penyerangan. Meskipun Pandawa menjadi sakti karena persenjataan yang dimiliki, namun banyak pula ksatria Amarta yang sakti meski tanpa senjata, misalnya Antasena dan Antareja dengan kekuatannya. Karenanya perlu dipersiapkan kekuatan secara fisik untuk menghadapi Pandawa.

Maka diutuslah Durna dan sengkuni untuk mempimpin penyerangan pada pihak pandawa, sayang di tengah di tengah hutan keduanya di hadang oleh pasukan jin dan berhasil ditangakap.
Sementara Arjuna yang sedang bertapa dalam rangka mencari senjata Pandawa yang hilang, mendengar rintihan Sengkuni yang dibawa lari oleh jin Pesatnyowo. Segera dia gunakan minyak Jayengkaton pemberian ayahnya. Dengan mengoleskan minyak Jayengkaton ke matanya, dia dapat melihat segala mahluk halus di sekitarnya.

Petruk sempat melarang Arjuna yang hendak menolong Durna dan Sengkuni, karena dalam masa bertapa, wayang tidak boleh melakukan aksi apapun, sebab hal tersebut dapat membatalkan pertapaan.

Namun Arjuna menolak ( kadang manajemen ngeyel juga ) nasehat Petruk, dan nekat mencegat 2 jin tersebut. Maka terjadilah pertempuran sengit. Sayangnya Arjuna kalah dan mati.
Petruk sebagai abdi Arjuna, mencari cara untuk menyembuhkan tuannya. Dengan keprihatinan yang mendalam, Petruk akhirnya sampai di kerajaan para jin, di gua Seluman. Dengan tipu dayanya, Petruk berhasil membawa senjata bernama kembang Condro Urawan milik raja jin dan dibawanya untuk menyembuhkan Arjuna.

Setelah sembuh, Petruk berpesan kepada Arjuna agar tidak usah menolong Durna, tapi fokus saja mencari senjata Pandawa yang hilang. Arjuna setuju dan meminta maaf, lalu kembali melanjutkan pencarian senjata.

Namun mendadak muncul Eswatama, anaknya Durna. Eswatama menjanjikan Kurawa akan mengembalikan kerajaan Astina kepada Pandawa tanpa perang Baratayudha, jika Arjuna berhasil menyelamatkan Durna.
Mendengar janji itu, Arjuna segera mengejar 2 jin tadi, menyusul sampai ke Cundorante, perang lagi, dan Arjuna mati lagi.

Petruk yang jengkel akhirnya pulang, dan dengan senjata sakti milik raja jin, dia membuka praktek pengobatan yang manjur. Dia jadi dukun dan bertambah kaya.
nach kita sebagai karyawan juga punya hak untuk mendapatkan pancuran atau penghasilan lain selain yang didapatkan dari pengusaha, makanya teruslah berbenah dan belajar ingat dalam perjuangan juga tak bisa di lepaskan dari kekuatan ekonomi, dan pola pikir yang terbentuk.

Semar, Gareng dan Bagong yang bingung karena Arjuna mati lagi, segera memberi kabar ke Amarta untuk datang membantu. Bantuan datang, dan berhasil mengobrak-abrik kerajaan Cundorante, namun kedatangan ular Nogorangsang berhasil membunuh Gatutkoco, Setyaki, Werkudoro, dan ksatria lainnya.
Para ksatria Pandawa yang mati, ditambah dengan Adipati Karna yang dibawa oleh Baladewa, dibawa ke tempat Petruk. Satu per satu berhasil dihidupkan dan disembuhkan.
Selanjutnya Petruk didaulat sebagai senopati untuk memimpin penyerangan ke Cundorante, mengalahkan Nogorangsang, membebaskan Durna dan Sengkuni.
Setelah dikalahkan Petruk, Nogorangsang berubah menjadi senjata Cakra milik Kresna yang hilang.
Si kembar Pesatnyowo dan Sambernyowo yang berhasil dibunuh Petruk berubah menjadi senjata Pasopati. Dan para ksatria Cundorante yang lain juga banyak yang ternyata jelmaan senjata Pandawa.
Raja jin dari gua Seluman ternyata adalah Nakula dan Sadewa, yang ikut menghilang bersama hilangnya senjata Pandawa.
Dan senjata yang dipegang Petruk ternyata adalah senjata kembang Wijayakusuma milik Kresna.

Keadaan segera dipulihkan. Pandawa mendapatkan kembali semua senjata miliknya, dan Durna serta Sengkuni menyesali perbuatannya.
PETRUK DADI RAJA
Sudah berabad-abad Petruk menyaksikan perubahan jaman. Berjuta-juta tingkah-polah manusia dia saksikan. Ratusan generasi sudah dia lalui. Tetap saja dia tak bisa paham sepenuhnya bagaimana jalan fikiran makhluk yang bernama manusia.
Sebagai salah satu punakawan. Petruk sudah mengabdi kepada puluhan”ndoro” (tuan), sejak jaman Wisnu pertama kali menitis ke dunia. Hingga saat Wisnu menitis sebagai Arjuna Sasrabahu, menitis lagi sebagai Rama Wijaya, menitis lagi sebagai Sri Kresna. He..he.. loyalitasnya tidak bisa di ragukan lagi, beruntunglah petruk dalam dunia wayang, soalnya dia mendapatkan sikap yang sepadan dari tuanya, lalu petruk-petruk lain di dunia nyata ( perusahaan red ?) Tanya dweh pada rumput yang bergoyang.
Petruk hanya bisa tersenyum kadang tertawa geli, dan sesekali melancarkan nota protes akan kelakuan “ndoro-ndoro” (tuan-tuan)-nya yang sering kali tak bisa diterima nalar. Tapi ya memang hanya itu peran Petruk di mayapada ini. Dia tidak punya wewenang lebih dari itu. Meskipun sebenarnya kesaktian Petruk tidak akan mampu ditandingi oleh tuannya yang manapun juga.

Di perusahaan pun cerita demikian ada, mungkin untuk karyawan yang berjiwa kritis, sebetulnya mengetahui apa yang telah dan akan dilakukan pihak pengusaha, kadang banyak dagelan yang tak berakar, keputusan sepihak yang tak secuilpun menyisakan suara karyawan, symbol status masih sedemikian diagungkan, prinsip ke akuan masih begitu kuat, AKU PEMILIK MODAL SEDANG KAU HANYALAH PENGAIS JATAH IRISAN SISA KUE MAAF AKU TAK SEPADAN UNTUK DUDUK BERSANDINGAN DENGAN KALIAN ……..
SUNGGUH MEMPRIHATIKAN !!!

Berbeda dengan Gareng yang meledak-ledak dalam menanggapi kegilaan mayapada, berbeda pula dengan Bagong yang sok cuek dan selalu mengabaikan tatakrama. Petruk berusaha lebih realistis dalam menyikapi segala sesuatu yang terjadi. Meskipun nyeri dadanya acapkali muncul saat melihat kejadian-kejadian hasil rekayasa ndoro-ndoro nya.

DI Perusahaan sikap yang di luapkan dalam menghadapi manajemen juga macem-macem. Ada yang mutlak berdiri dipihaknya karena berpikir dengan berbaris bersamanya segalanya akan menjadi mudah, apa yang dititahkan atasannya dianggap sebuah kebenaran, maka matilah sikap kritinsya, dibumbui prinsip ABS “Asal Bapak Senang prinsip “tidak ada yang salah dengan atasan, jika ada sesuatu yang salah maka kembali pada kata sebelumnya” jadilah korban yang jatuh selalu dari karyawan biasa, itupun dengan sengaja tidak memberikan ruang pembelaan yang semestinya didapatkan karyawan yang bersangkutan dalam dunia wayang sikap seperti ini cocok dengan tokoh TOGOG seteru berat punakakawan, adapula sikap karyawan yang urakan, emosi yang berlebihan tanpa dilandasi tatakrama dan aturan atau kecerdasan semestinya, jadilah tindakannya condong terhadap sikap destruktif, radikal dan tergesa-gesa sikap seperti ini juga tidak baik jika terjadi di sebuah perusahaan, watak seperti ini disimbolkan oleh tokoh GARENG.

Siang itu Petruk sedang membelah kayu bakar, guna keperluan memasak isterinya. Sudah seminggu lebih pasokan elpiji murah dan minyak tanah tak sampai ke desanya.
Di desa Karang Kedempel jaman kontemporer seperti saat ini apapun bisa saja terjadi. Harga beras yang tiba-tiba melonjak melebihi harga anggur Amerika. ketambahan si thole anaknya tumben hari ini merengek minta di beliin, tas gambar dora emon padahal biasanya anaknya ngertiin banget kalo tanggal-tenggal pertengahan begini uang gajian dah pada kabur lari ke posnya masing-masing, yang di dompet emang ada kartu ATM yang dah kumal, tapi kalaupun di gesek paling keluar kata-kata begini " MAAF SALDO ANDA TIDAK CUKUP UNTUK MELAKUKAN TRANSAKSI INI, SILAHKAN COBA AWAL DEPAN SAAT UANG GAJIAN SUDAH MAMPIR KE KARTU INI", sabar ya nduk ntar gajian, papih ( yach papih g puantes sangad ), pasti beliin sekarang pakai aja tas yang udah bolong itu buat sementara, Si Thole mengangguk tanda setuju (heh ga ada opsi lain), Minyak goreng yang mendadak menguap di pasaran. Bahkan beberapa dekade yang lalu, orang-orang yang suka protes pun bisa saja mendadak lenyap tanpa bekas. Dan semua pasti akan ditanggapi oleh penguasa Karang Kedempel dengan mengeluarkan “press release”sebagai sebuah “dinamika pembangunan”
Kelangkaan bahan bakar di pasaran, melonjaknya harga sembako, mahalnya biaya pendidikan. Yang berujung pada melebarnya jurang perbedaan kaya-miskin. Adalah hal yang selalu saja terjadi dari jaman ke jaman. Keadaan masyarakat yang “gemah ripah loh jinawi toto tentrem kerto tur raharjo” hanyalah sebuah utopia. Yang sering dikatakan kyai-kyai di langgar-langgar dan surau negara yang “baldatun thoyyibatun wa robbun gofuur ” hanyalah sekedar lips service semata.

Seperti yang sudah diduga oleh Petruk, Kang Gareng pasti memberikan reaksi dengan caranya sendiri. Hari ini adalah hari ketiga Gareng berorasi di depan Poskamling, sejak pagi hingga matahari hampir tenggelam. Berusaha menarik perhatian semua warga desa.
“Saudara-saudaraku, mengapa semua ini bisa terjadi?” dengan cengkok khas ala Kang Gareng. “Desa kita ini sedang mengalami degradasi moral dan dekadensi kepribadian. Kebijakan pamong desa kita tidak terarah dan miskin inovasi.”
“Seharusnya kita mulai introspeksi, mengevaluasi situasi dan berani melakukan redifinisi. Sehingga kita bisa meberikan sebuah revitalisasi menuju suatu solusi definitif, guna mendapatkan outcome terbaik dari apa yang kita harapkan”, bagaikan orang kesurupan Gareng berorasi tanpa henti. Tak perduli apakah orang-orang yang berkumpul mengerti apa yang diomongkannya.

Petruk tak habis pikir, dari mana Gareng mendapatkan perbendaharaan kata dan kalimat yang tak ubahnya anggota DPR. Padahal Gareng tidak pernah “makan” bangku sekolahan. Memang orang pintar tidak selalu terkenal dan orang terkenal tidak selalu pintar, tapi Petruk tahu persis bahwa Gareng tidak termasuk diantara keduanya.

Petruk sudah hafal betul dengan model paham kekuasaan di Karang Kedempel dari waktu ke waktu. Kalau mau, sebenarnya bisa saja Petruk mengamuk dan menghajar siapa saja yang dianggap bertanggung jawab atas kesemrawutan pemerintahan. Dengan kesaktiannya, apa yang tak bisa dilakukan Petruk, bahkan (dulu) pernah terjadi, Sri Kresna hampir saja musnah menjadi debu dihajar anak Kyai Semar ini.

Tapi Petruk sudah memutuskan untuk mengambil posisi sebagai punakawan yang resmi. Dia sudah bertekat tidak lagi mengambil tindakan konyol seperti yang dulu sering dia lakukan. Baginya, kemuliaan seseorang tidak terletak pada status sosial. Pengabdian tidak harus dengan menempati posisi tertentu.Seperti yang terjadi pada episode “Petruk Dadi Ratu” contohnya, sebagai Prabu Kanthong Bolong, Petruk dia melabrak semua tatanan yang sudah terlanjur menjadi “main stream” model kekuasaan di mayapada. Dia menjungkirbalikkan anggapan umum, bahwa penguasa boleh bertindak semaunya, bahwa raja punya hak penuh untuk berlaku adil atapun tidak.
Karuan saja, Ulah Prabu Kanthong Bolong membuat resah raja-raja lain. Bahkan, kahyangan Junggring Saloka pun ikut-ikutan gelisah. Kawah Candradimuka mendidih perlambang adanya “ontran-ontran” yang membahayakan kekuasaan para dewa.

Maka secara aklamasi disepakati, skenario “mengeliminir” raja biang keresahan. Persekutuan raja dan dewa dibentuk, guna melenyapkan suara sumbang yang mengganggu alunan irama yang sudah terlanjur dianggap indah.
Hasilnya? Ibarat jauh panggang dari api.
Bukannya Kanthong Bolong yang mati. Tapi raja jadi-jadian Petruk ini malah mengamuk. Siapapun yang mendekat dihajarnya habis-habisan. Kresna dan Baladewa dibuat babak belur. Batara Guru sang penguasa kahyangan lari terbirit-birit.

Kesaktian dan semua ajian milik dewa-dewa dan raja-raja, seperti tak ada artinya menghadapi Kanthong Bolong. Tahta Jungring Saloka pun dikuasai raja murka ini.
Keadaan semakin semrawut. Sampai akhirnya Semar Bodronoyo turun tangan.
“Ngger, Petruk anakku!”, Semar berujar pelan, suaranya serak dan berat seperti biasanya. “Jangan kau kira aku tidak mengenalimu, ngger!”
“Apa yang sudah kau lakukan, thole? Apa yang kau inginkan? Apakah kamu merasa hina menjadi kawulo alit? Apakah kamu merasa lebih mulia bila menjadi raja? “
Sadarlah ngger, jadilah dirimu sendiri“.
Kanthong Bolong yang gagah dan tampan, berubah seketika menjadi Petruk (yang semua orang tahu, dia sangat jelek). Berlutut dihadapan Semar. Dan Episode “Petruk Dadi Ratu” pun berakhir anti klimaks.
Petruk tersenyum mengingat peristiwa itu. “Ah… hanya Hyang Widi yang perlu tahu apa isi hatiku, selain Dia aku tak perduli”

Kembali dia mengayunkan “pecok”nya membelah kayu bakar. Sambil bersenandung tembang pangkur:
“Mingkar-mingkuring angkoro, akarono karanan mardisiwi, sinawung resmining kidung, sinubo sinukarto….”

Petruk tinggal di Pecuk Pecukilan. Ia mempunyai satu anak yaitu Bambang Lengkung Kusuma (seorang yang tampan) istrinya bernama Dewi Undanawati. Sebagai punakawan Petruk selalu menghibur tuannya ketika dalam kesusahaan menerima cobaan, mengingatkan ketika lupa, membela ketika teraniaya. Intinya bisa momong, momot, momor,mursid dan murakabi.
  1. momong ..................................... artinya bisa mengasuh,
  2. momot ....................................... artinya dapat memuat segala keluhan tuannya, dapat merahasiakan masalah.
  3. Momor ...................................... artinya tidak sakit hati ketika dikritik dan tidak mudah bangga kalau disanjung.
  4. Mursid ....................................... artinya pintar sebagai abdi, mengetahui kehendak tuannya.
  5. Murakabi ................................... artinya bermanfaat bagi sesama.

Jika karyawan bisa diperlakukan baik dan manusiawai, maka kerjanyapun condong menggunakan hati rasa memiliki dan ingin maju beriringan dengan misi / visi perusahaan, selayaknya keduannya bisa saling momong dan ngemong.

Hubungan karyawan dan pengusaha pun demikian, diibaratkan Karyawan sebagai harimau dan hutan sebagai perusahaan, jika tata kelola perusaan dijalankan hanya berlandaskan dominasi kekuasaan, rasanya sang harimau pun akan merasa gerah, tak tertutup kemungkinan harimau yang memang sudah buas ( punya potensi ) bisa makin buas, atau setidaknya akan mencari habitat lain yang lebih kondusif

Jika ada keluhan dari masing-masing pihak ada sikap keterbukaan, siap untuk berbeda tetapi tetap dalam rangka menciptakan sinergi positif.

Momor; tidak alergi terhadap kritik, tentu sepanjang kritik tsb disampaikan secara santun, serta adanya landasan peraturan yang semestinya, apalagi jika regulasinya sudah jelas, nampaknya tidaka ada alasan lain untuk menolak atau melanggarnya

Memang tidak mudah jadi seorang Petruk…
Sumber: bharatayudha.multiply.com
+ tambahan disana-sini oleh Tri Wahyudi

Tidak ada komentar: