Selasa, 27 Oktober 2015

HIKMAH KECEMPLUNG SEPTY TANK



Oleh : Tri Wahyudi

Hidup di  sebuah komplek perumahan, memang punya kesan yang berbeda dibandingkan dengan kita hidup di pemukiman umum, hal yang umum mencuat dan ini biasanya di generalisir adalah “Hidup di perumahan itu sikap individualis nya lebih kental, gampangnya itu loe..loe...gue..gue” buat ane pendapat itu ada benarnya juga soalnya fakta terlanjur bicara seperti itu, terlebih jika kita berada di perumahan  elit, bisa jadi ama tetangga sebelah aja kita nggak kenal, pantaslah akrab terdengar di telinga,  jika sampai terjadi peristiwa kriminal khususnya yang terjadi di komplek perumahan, warga dalam komplek tidak atau kurang mengenal korban ataupun pelaku.


Beberapa tahun yang silam, ketika pertama kali menginjakan kaki di Jakarta demi ingin merubah hidup khususnya masalah ekonomi, seorang pemuda lugu  sempat mengalami kepahitan dalam hidupnya, gara-gara terobsesi ingin seperti perantauan lain yang kebetulan masih satu kampung, mereka terlihat hidupnya enak, pakaian necis bin klimis, pemuda itupun memutuskan untuk ikut bersama mereka, kala itu mereka bekerja di sebuah Produksion House di bilangan Blok M. Dengan satu syarat dia mesti tinggal di rumah Bosnya di komplek perumahan Bintaro sana, sebuah perumahan elit, sepertinya bagi dia yang culun ini  melihat deretan rumah-rumah yang megah seperti ini adalah sebuah pemandangan yang luar biasa, apa yang dia dapati sama sekali tak dinyana; perlakuan yang tak ramah, disuruh sana-sini dengan nada yang keras dan cerewet, keluar rumah dibatasi, jadilah dalam kesehariannya cuma mengadu sama yang diatas sana, atau paling banter tembok yang bak jerujipun ia ajak ngobrol, atau kalau lagi beruntung ya berkeluh kesah sama pembantu rumah sebelah yang dindingnya berbatasan langsung di lantai 2, sampai pernah kejadian, dia terkunci di kamar mandi tidak 5 menit atau sepuluh menit tapi hampir berjam-jam dalam kondisi kedinginan dan perut kosong, di perumahan seperti ini siapa yang akan menolongnya, semua rumah terlihat seperti tertutup, penghuninya super sibuk dengan kegiatan masing-masing, akhirnya iapun kabur, lari dan berlari yang penting hengkang dari rumah itu, entah harus naik apa, bekal uang sudah menipis, mana jakarta masih sangatlah asing iapun menyetop metromini jurusan bintaro-Blok M, habis itu perjalanan di lanjutkan naik bis besar dengan tujuan Bekasi.

Nggak kebayang wajah paniknya seperti apa yang terpancar dari wajahnya kala itu, setitik episode hidup yang akan dijadikan pelajaran untuk menapak hari-hari berikutnya...gumam dia saat ini.

Pembaca tentu sudah paham dan khatam, bahwasanya sebagai manusia kita adalah sebagai makhluk sosial, dimanapun kita berada kita tidak akan terlepas dari peran manusia ataupun makhluk lainnya, semakin kita jauh dan tidak bijaksana dengan manusia lainnya, maka orang lainpun cenderung akan punya sikap yang sama, yakni menjauh bahkan bisa jadi membenci kita.

Saya merasa bersyukur, pernah merasakan sekitar tujuh tahunan hidup di perumahan, kesan yang saya tangkap sejauh ini, pola hubungan antar warga saat itu terbilang akrab dan hangat, jamak terlihat di gang-gang kita berkumpul, bersenda gurau, sesekali malam di akhir pekan masih bisa bakar ikan atau ayam bareng, ngliwet bareng, olahraga di fasum, pengajian rutin, kerja bakti bulanan dan lain-lain.
Dari sekian Warga, ya jamaklah tetap ada aja segelintir orang yang sama sekali tak mau bersosialisai, cuek dengan tetangga, enggan bertegur sapa, tidak aktif di ke-Rtan, nampaknya itu sudah jadi ketentuan dimanapun kita berada kemungkinan besar kita akan bertemu dengan orang yang demikian, yang terpenting bagi kita adalah bagaimana diri kita mampu menjadi pribadi yang baik dan tentunya bermanfaat bagi orang lain.

Di RT/di perumahan kamipun ada sosok yang menjelma menjadi makhluk seperti itu, sebutlah si A, dia bertitel dokter, aktifitas beliau di lingkungan tidak terlihat banyak, paling banter terlihat saat berangkat kerja ataupun pulang kerja  kalopun kebetulan berpapasan dengan warga yang lain, tak pernah bertegur sapa.
hingga ketika malam mulai merambat sepi, suara manusia tergantikan beberapa nyanyian binatang malam, ketika sebagian besar warga memilh tinggal diam didalam rumah, kami yang sedari tadi asyik kogkow-kongkowpun, mulai terimbas angin dan dinginnya malam, inilah yang jadi alasan buat kami untuk segera beranjak pulang, baru berapa langkah kami berjalan, lamat-lamat terdengar teriakan minta tolong: tolong.....tolong, sontak langkah kamipun terhenti, “ wah ada suara orang minta tolong, ada apa pula malam-malam begini, kalo kemalingan kayaknya sich engga khan tempat kita dijaga 24 jam, atau barangkali ada kekerasan rumah tangga, nach yang begini ribet juga, entar dikira ikut campur urusan keluarga orang, Pak W yang kebetulan paling senior usianya diantara kami berujar udah nggak usah sibuk menduga-duga, nyok kita samperin aja darimana arah sumber suaranya, wah Pak W suaranya dari rumah pak Dokter, tapi aneh kayaknya kondisi rumahnya tertutup gitu kayak nggak ada orang, tanpa dikomando serempak kamipun mempercepat langkah kami menuju arah yang sama, rumah dokter A, tolong....tolong suara itu makin jelas terdengar walau suaranya mulai parau dan tidak sekencang seperti tadi, aneh perasaan sudah deket banget sumber suaranya, tapi orangnya tak jua terlihat, jangan....jangan...ini hantu pak koq nggak ada siapa-siapa, telinga kamipun makin di fokuskan ke sumber suara, saya pun terperanjat nampak didepan kami ada bagian kecil ekor motor yang nyungsep masuk kedalam tanah, posisinya nungging masuk kedalam, oalah rupanya Pak Dokter dan motornya kompakan  terperosok dalam lubang septy tank, posisi Pak dokter tidak terlihat dari luar karena terhimpit motornya dan  melihat posisi seperti itu jelas tanpa bantuan orang lain, hampir mustahil bagi beliau bisa keluar dari lubang itu, tanpa pikir panjang walau sempet ada yang kasak-kusuk diantara kami yang berucap " udah biarin aja lach, toch diamah orangnya begono" keegoisan sikap seperti itu akhirnya  kami enyahkan jauh-jauh sebagai tetangga kamipun segera mengevakuasi korban dari tempat yang tidak seharusnya itu, beruntung tidak ada luka yang serius.

Beberapa hari setelah kejadian itu, ada perubahan besar dalam diri sang Dokter tetangga kami, sikapnya jadi ramah, tak enggan lagi bertutur sapa dengan kami sebagai tetangganya, itulah mungkin hikmah dari terperosoknya beliau ke septy tank, Tuhan telah memberikan teguran dan jalannya pada beliau dan kami, bahwa hidup memang harus berbagi dan menebarkan kasih sayang diantara kita.

Tidak ada komentar: