Senin, 07 September 2015

KEMUTAN (TERINGAT) AYAH
01/09/15

Aku adalah saksi hidup, betapa dulu kehidupan keluargaku begitu dihinakan khususnya terhadap ayah yang begitu aku muliakan, ironisnya tidak hanya dilakukan oleh orang lain yang tidak ada hubungan pertalian darah tapi justru dilakukan pula oleh orang-orang yang masih kerabat, aku tahu persis ayahku sepanjang hidupnya sepertinya tak punya niatan untuk menyinggung apalagi menyakiti orang lain, bahkan tak punya kekuatan untuk membalas segala hinaan dan sikap meremehkan terhadap beliau, yang aku tahu beliau memasrahkan semua nestapanya hanya pada yang kuasa, sedetikpun aku tak pernah melihat beliau mengeluarkan air mata dihadapanku tampaknya beliau sengaja sekuat tenaga menahan itu semua, agar aku tidak hanyut dalam kesedihan, tapi dilain waktu ketika beliau selesai sholat tanpa sengaja aku melihat air matanya berderai sambil berdoa pada yang kuasa, kehidupan keluarga kami memang sudah akrab disambangi keprihatinan, tapi apakah kondisi inilah yang seakan menghalalkan sikap mereka untuk menghina kami? begitu picik rasanya jika derajat seseorang hanya diukur dari takaran harta, yang membuat aku salut ayah tidak pernah terpuruk dan terlemahkan oleh segala hinaan yang diterima beliau, sepertinya perlakuan negatif mereka dijawab oleh beliau dengan sikap istiqomahnya dalam beribadah dan mencari nafkah, bahkan dalam kesempitannya khususnya di hari jum'at sudah seperti wajib bagi beliau untuk mengisi kotak amal.


 Beliau punya kegigihan untuk menyekolahkan putra putrinya, tak peduli kulitnya hitam terbakar matahari menggenjot sepeda menjajakan dagangan mengitari kota cilacap dan sekitarnya, kasih sayang ayah dan Ibu begitu tinggi terhadap kami, aku ingat ketika adik kecilku berulang tahun. sepulang dari menjajakan dagangan, dengan peluh yang masih bercucuran dan nafas yang kadang tersengal, Bapak terburu ingin segera memeluk adikku, dari kantong saku celananya, Beliau mengeluarkan 2 butir telur asin, satu telur asin beliau putar-putar dengan jemarinya, sambil menimang adikku, beliau bersenandung; nang...neng...nong...neng...nang..neng...gung, adik kecil ulang tahun....digawani telur asin.....a..aa..a aem, sementara telur yang satu kami belah tiga untuk aku, Ibu dan Bapak ( kanggo nambah2 lawuh maem).

Saat-saat terakhir beliau ketika sakit membuat beliau hanya mampu terbaring di tempat tidur, beliau minta sholat berjamaah dan meminta aku sebagai imamnya, Ya Alloh semoga kesabaran dan sholat benar-benar jadi penolong bagi kehidupan kami, jujur mengingat perlakuan mereka terhadap ayah dulu, langkah kaki ini rasanya enggan untuk diajak menginjak kampung halaman tapi keengganan itu buyar tatkala ada kewajiban yang harus aku tunaikan yakni sungkem dan mengunjungi ibu yang masih tinggal disana, Aku tak boleh dendam atas segala sikap mereka dulu, justru mesti berterima kasih hinaan itu bak pil pahit yang menyehatkan dan menguatkan langkahku kedepan, ayah kini engkau tlah tiada, engkau belum sempat mengecap hasil jerih payah anakmu stelah kami lulus sekolah, bekerja dan berumahtangga, moga anakmu masuk dalam golongan anak yang sholeh hingga do'a dan pahalanya tak terputus dan menerangi jalan ayah menuju kebahagiaan abadi di sisiNya ....... terimakasih ayah atas segala curahan kasih sayang dan keteladananmu.......

Tidak ada komentar: